skip to Main Content

Berawal dari Magang, Kini Ia Jadi Co-Founder Salah Satu Startup Rocket Internet

Posisi senior di sebuah startup asuhan Rocket Internet bisa dibilang merupakan sebuah pekerjaan yang sangat didambakan. Perusahaan investasi asal Jerman ini memang memiliki standar khusus dalam merekrut karyawan. Mereka mencari orang-orang yang berpengalaman di bidang perbankan atau konsultan manajemen, dengan gelar sarjana dari universitas bergengsi.

Rocket Internet bahkan bisa memikat kandidat dari perusahaan besar seperti Goldman Sachs dan Deutsche Bank. Caranya, dengan menawarkan gaji lebih tinggi, jabatan menarik, juga kemampuan untuk merekrut, mengeksekusi ide, serta mengembangkan perusahaan dengan cepat.

Karyawan perusahaan Rocket Internet belajar banyak lewat pengalaman mereka diterjunkan dalam lingkungan kompetitif, di mana pencapaian target ambisius menjadi prioritas utama. Hal tersebut mungkin tidak cocok untuk semua orang, tapi jangkauan serta popularitas Rocket Internet yang cukup besar tentu tidak perlu diragukan lagi.

Itulah yang menjadi alasan Nikita Semenov berpindah haluan saat ia melamar untuk sebuah posisi di Lamudi, platform jual beli properti milik Rocket Internet.

Nikita Semenov mendapatkan gelar MBA dari HEC Paris pada tahun 2014. Tak lama kemudian, ia mengawali kariernya pada sebuah bank investasi di Luxembourg. Akan tetapi, hanya enam bulan setelah ia menjalani kehidupan sebagai bankir, Nik berpikir kembali soal pilihan kariernya.

“Saya menyadari kalau saya tidak mempelajari hal-hal substansial tentang membangun sebuah bisnis—waktu saya di kantor terbuang dengan mengerjakan spreadsheet“, ujar Nik tentang pengalamannya saat bekerja di Nordea Investment Funds, Luxembourg. “Saya ingin mendapatkan kemampuan yang nyata.”

Nik kemudian melakukan sebuah hal yang mungkin tidak banyak orang lain berani lakukan—meninggalkan pusat industri keuangan global di Eropa, lalu pindah ke Asia yang perkembangannya cenderung tertinggal.

“Lulusan HEC terobsesi dengan menemukan pekerjaan bergaji tinggi di London atau negara-negara Eropa lainnya,” jelas Nik. “Kamu bisa menghabiskan satu tahun penuh hanya untuk menyebar lamaran pekerjaan dan tidak mengembangkan kemampuan bisnis—benar-benar sebuah permainan CV.”

Pria asal Rusia ini tidak menginginkan hal tersebut. Ia mendapatkan panggilan wawancara pertama hanya sehari setelah memasukkan aplikasinya ke Lamudi. Dalam wawancara kedua dengan Global Co-Founder, Nik menjelaskan rencana kariernya secara detail dan menunjukkan ketertarikan untuk keluar dari zona nyamannya dan terlibat langsung dalam bisnis.

Keesokan harinya, Nik mendapatkan tawaran magang untuk di bidang penjualan yang berbasis di Jakarta. Tanpa pikir panjang, Nik langsung menerimanya dan terbang ke Jakarta dua hari kemudian. “Saya tidak pernah ke Asia sebelumnya, dan saya tidak yakin apakah Bali sama dengan Indonesia,” ujarnya sambil tertawa.

Mulai menyelam

Nik diberi tanggung jawab untuk membangun tim penjualan di Lamudi dari nol. Masalahnya adalah, Nik juga tidak memiliki pengalaman apapun yang berhubungan dengan penjualan. Keahliannya adalah mengolah angka di Excel dan menyusun proyeksi keuangan yang rumit. Kondisi tersebut bertambah berat karena Nik sama sekali tidak bisa berbahasa Indonesia.

Pura_Ulun_Danu_Bali_Indonesia

“Semua orang tahu kalau saya adalah orang baru. Hal tersebut menjadi hambatan besar untuk meraih kepercayaan di awal. Demi alasan apa para developer properti mau berbisnis dengan orang bule yang bahkan tidak menguasai bahasa setempat?” kenangnya.

Kunci untuk menghadapi kesulitan tersebut adalah dengan kegigihan. Nik pantang mendapat jawaban “tidak”, lalu ia berkutat dengan dua strategi untuk memenangkan penawaran: melakukan follow up dengan berbagai pihak secara rutin dan menjelaskan manfaat layanan online Lamudi secara mendetail.

Pelan tapi pasti, sikap orang-orang mulai berubah. Dalam beberapa bulan, Nik berhasil menciptakan proses penjualan yang belum pernah ada sebelumnya serta mulai menyusun strategi Lamudi.

Nik juga diberi kewenangan untuk merekrut lebih banyak orang, hingga kemudian tersusun sebuah tim dengan lima orang anggota. Kursus bahasa setiap minggu juga membantunya memahami budaya dan tradisi lokal, serta melakukan bisnis dengan cara yang sesuai di Indonesia.

Menghadapi tekanan

“Masa-masa saya di Lamudi sangat penuh tantangan,” ujar Nik. Mirip dengan aktivitas menjalankan kebanyakan startup, peran Nik terbilang tidak jelas.

Selain penjualan, Nik juga diminta untuk mengawasi sisi pemasaran—belajar cara mengukur biaya akuisisi pelanggan, biaya per klikdan strategi lain untuk memahami seberapa baik bisnis berjalan. “Sekarang saya cukup menguasainya,” kata Nik.

Mendekati akhir masa magangnya, Nik mulai mencari kesempatan lain dalam Rocket Internet. Pertemuan Nik dengan Kiren Tanna dan Nathan Boublil dari Rocket Internet kemudian menentukan langkah selanjutnya. Kiren dan Nathan diminta oleh Olive Samwer menciptakan “Uber” untuk hotel murah, mirip dengan startup OYO Rooms asal India. Mereka kemudian dikenalkan dengan Nik di kantor Lamudi Jakarta.

Berdirinya perusahaan tersebut saat itu masih misterius. Kiren dan Nathan akan menjadi Global Head, tapi mereka belum melakukan rekrutmen untuk posisi penting lainnya.

Setelah beberapa kali diskusi, mereka kemudian menyetujui Nik untuk bergabung dengan Zenrooms. Nik akan menjadi Co-Founder dan Managing Director untuk Indonesia. Saat itu, Zenrooms hanyalah sebuah ide belaka. Mereka belum memutuskan nama, belum ada website, bahkan tidak memiliki satu hotel pun yang terdaftar.

Kalau kamu menguasai proses penjualan, kamu bisa mengaplikasikannya di industri apa pun

“Saya menggunakan strategi yang sama untuk meyakinkan hotel seperti yang saya lakukan terhadap developer properti di Lamudi,” ujar Nik. “Kalau kamu menguasai proses penjualan, kamu bisa mengaplikasikannya di industri apa pun.”

Kali ini, periode eksekusi bahkan lebih cepat dari sebelumnya. Zenrooms diluncurkan secara resmi pada November 2015, hanya sebulan setelah masa beta terbatas. Dalam waktu satu bulan, sudah ada tiga ratus hotel yang terdaftar di Indonesia dengan tim beranggotakan enam orang di kota yang berbeda.

“Kami bekerja selama 24 jam sehari selama seminggu penuh dari sebuah kantor kecil di GEPI Incubator, Jakarta. Saya ingat orang-orang protes karena kami cukup berisik saat melakukan panggilan telepon.

Tapi bagaimana lagi, kami harus tumbuh dengan kecepatan setara dengan perkembangan Rocket Internet. Disiplin dalam bekerja dan kebebasan dalam berpendapat masih menjadi bagian yang krusial dalam budaya kami,” kenang Nik.

Zenrooms_bed

Setelah peluncuran yang cepat di Indonesia, Nik diminta untuk memperluas Zenrooms ke Sri Lanka, Singapura, dan Hong Kong. Hal tersebut sudah pernah ia alami sebelumnya. Tidak memiliki banyak kontak orang lokal dan harus bisa beradaptasi dengan cara menjalankan bisnis yang berbeda di tempat-tempat baru.

Pengalaman telah menempatkannya di posisi yang cukup baik. Zenrooms kini telah hadir di Indonesia, Thailand, Filipina, Sri Lanka, Singapura, dan Hong Kong. Model bisnis tersebut rupanya sangat diminati hingga akhirnya Zenrooms diluncurkan juga di Brazil.

Tidak ada manajemen mikro

Nik menghabiskan kurang dari dua tahun di raksasa startup Jerman, tapi hal tersebut telah menjadikannya seorang veteran menurut standar Rocket Internet. Ia menanggalkan kritik yang sering kali ditujukan pada budaya Rocket Internet, termasuk tingkat perputaran karyawan yang cukup tinggi.

“Itu hanyalah mitos,” ujarnya saat dikonfirmasi mengenai laporan tingkat stres karyawan dan tindak buruk manajemen. “Mungkin dulu sedikit seperti itu, tapi di Lamudi dan Zenrooms seluruh karyawan penting telah ada di sana sejak pertama kali didirikan dan tidak ada yang keluar.”

“Bagaimanapun juga, setiap startup dan tim itu unik. Saya bangga melihat karyawan-karyawan saya banyak yang bertahan untuk waktu lama dengan hanya dua atau tiga pengunduran diri. Kami bekerja untuk ide, pengalaman, dan keseruan.”

Kini Nik memiliki tujuh puluh orang bawahan. Menurutnya, transparansi dan masukan yang rutin adalah kunci untuk startup yang sedang berkembang pesat. Hal tersebut memastikan tim memiliki pemahaman yang sama dan tanda-tanda stres dapat diatasi secara cepat.

Fakta bahwa Rocket Internet memiliki jaringan di banyak negara juga sangat membantu. Startup lain di jaringan Rocket Internet bersedia membagi informasi dan tren lokal dengan sesama startup lainnya. Saat Zenrooms berekspansi ke Filipina misalnya, Nik mendapatkan masukan dari sudut pandang tim lokal Lamudi. Hal tersebut membantunya dalam merekrut dan mengoordinasikan strategi media.

“Setiap orang di tim memiliki KPI yang cukup menantang,” akunya. “Tapi kalau kamu bisa mencapainya, tidak ada akan yang mengganggumu atau melakukan manajemen mikroDan kita memang harus optimis serta agresif, kalau tidak kita akan kehilangan kesempatan.”

Rekrutmen dengan cerdas adalah prioritas lain. 25 persen waktu Nik saat ini dihabiskan untuk menyaring lamaran kerja, mewawancarai orang, dan membuat tawaran pekerjaan. Nama besar Rocket Internet membantunya untuk menarik bakat-bakat berkualitas. Akan tetapi, sikap dan motivasi diri adalah elemen penting yang tidak bisa diajarkan.

“Sangat penting untuk menunjukkan kepemimpinan dengan membangun kepercayaan dalam tim. Satu-satunya cara untuk membangun kepercayaan adalah dengan memberikan teladan. Saya tidak pernah takut untuk terjun langsung ke lapangan. Justru kamu bisa belajar banyak dari sana,” tambahnya, “Bos yang buruk tidak akan mengarahkanmu ke mana pun dan tidak akan pernah menghargai hasil kerjamu.”

Entrepreneur asal Rusia ini memiliki keinginan untuk mendirikan perusahaannya sendiri suatu hari nanti. Tapi untuk saat ini, ia menegaskan masih berkomitmen pada Zenrooms. “Saya tidak akan pergi sebelum Zenrooms bisa super sukses,” kata Nik.

Nik mendorong para sarjana untuk tidak hanya betah bekerja pada posisi empuk di London atau New York.

“Bekerja di Rocket Internet akan mengajarkanmu hal-hal yang bahkan tidak akan kamu temukan di sekolah bisnis. Memang sulit dan penuh perjuangan. Tapi jarang sekali ada perusahaan yang memberikan kamu fleksibilitas dan kebebasan untuk membangun sesuatu sesuai keinginanmu dan berkembang menjadi pemimpin dengan caramu sendiri,” pungkas Nik.

(Artikel ini pertama kali dipublikasikan dalam bahasa Inggris oleh Osman Husain. Isi di dalamnya telah diterjemahkan dan dimodifikasi oleh Prahariezka Arfienda Satrianti. Diedit oleh Iqbal Kurniawan)

The post Berawal dari Magang, Kini Ia Jadi Co-Founder Salah Satu Startup Rocket Internet appeared first on Tech in Asia Indonesia.

Source: TEchinAsia

Back To Top