skip to Main Content

CEO Skyscanner Bicara tentang Akuisisi Ctrip dan Masa Depan Bisnis Travel Online


Ikhtisar
  • Persaingan antara Ctrip dari Cina dengan Expedia dari Amerika Serikat di Asia Tenggara diprediksi akan semakin ketat di masa depan.
  • Belum terdapat penguasa tunggal di bisnis travel online. Para penyelenggara layanan masih harus berusaha memfasilitasi transaksi untuk beragam jenis produk travel.

Lahir di Skotlandia pada tahun 2001, Skyscanner saat ini telah menjadi salah satu situs travel online terbesar di dunia. Mereka kini mempunyai sekitar 900 karyawan dengan pengguna aktif bulanan mencapai 60 juta orang.

Skyscanner mulai hadir di Asia Pasifik ketika mereka mendirikan kantor di Singapura pada tahun 2011. Sekitar Maret 2012, mereka pun hadir di tanah air.

Posisi Skyscanner di Asia kian kuat setelah mengakuisisi situs travel asal Cina bernama Youbibi pada 2014. Di akhir tahun 2016, giliran mereka yang diakuisisi oleh situs travel online raksasa asal Cina bernama Ctrip dengan nilai sebesar US$1,74 miliar (sekitar Rp22,9 triliun).

Setelah akuisisi tersebut, Skyscanner tetap beroperasi secara independen untuk bersaing dengan rival dari Ctrip yang berasal dari Amerika Serikat, yaitu Expedia. Mereka bersaing untuk memperebutkan pasar travel online yang diperkirakan akan mencapai angka US$817,5 miliar (sekitar Rp10,8 kuadriliun) di tahun 2020.

Persaingan tersebut akan semakin ketat di Asia Tenggara, setelah Expedia berinvestasi pada startup travel online raksasa asal Indonesia, yaitu Traveloka. Praktis persaingan tersebut pun mengerucut ke dua pemain besar, yaitu Ctrip – Skyscanner dan Expedia – Traveloka.

Bagaimana strategi Skyscanner untuk memenangkan persaingan, dan apa alasan mereka menerima pinangan Ctrip? Simak jawabannya di wawancara Tech in Asia dengan CEO dan co-founder Skyscanner, Gareth Williams, berikut ini.


Sebelum diakuisisi Ctrip, Skyscanner telah cukup lama beroperasi di Asia Pasifik. Mengapa kalian memutuskan menerima tawaran akuisisi tersebut?

Ada beberapa alasan yang bisa saya kemukakan:

Pertama adalah karena mereka tidak ingin menggabungkan setiap departemen yang ada di Skyscanner dengan Ctrip dan menghancurkan nilai yang telah kami bangun. Menurut saya, saat ini semakin banyak perusahaan internet yang sadar bahwa itu merupakan cara yang terbaik.

Dan kedua, adalah kesuksesan besar yang mereka raih di Cina. Apa yang mereka raih bahkan jauh lebih besar dibanding perusahaan travel online asal negara-negara Barat yang lain. Itulah mengapa saya cukup yakin bahwa kami bisa banyak belajar dari mereka. Selain itu, kami pun jadi bisa memanfaatkan sumber daya mereka di berbagai negara.

Bagaimana akuisisi tersebut menguntungkan Skyscanner?

Akuisisi tersebut memperkuat posisi kami sebagai marketplace. Namun kami juga harus berhati-hati agar bisa tetap adil kepada semua mitra. Dari beberapa kunjungan yang saya lakukan, saya pun beranggapan bahwa pelancong asal Cina merupakan indikator utama dari bisnis travel di seluruh dunia.

Contohnya adalah bagaimana mereka lebih suka menggunakan aplikasi mobile dan tidak suka bila mereka dialihkan (redirect) ke halaman lain, yang biasa kami sebut dengan Metasearch. Selain itu, kami pun mendapat masukan dalam pengembangan sistem pembayaran dan layanan pelanggan.

Apakah kamu melihat Skyscanner masih berinovasi dari sisi teknologi?

Ya, tentu saja. Tim kami masih menghabiskan banyak waktu untuk melakukan pengembangan hal-hal baru.

Contohnya adalah bagaimana kami mencoba untuk menjadi agen pribadi yang bisa memprediksi kapan kamu harus check in, informasi apa yang kamu butuhkan, hingga kapan kamu harus memesan taksi. Dalam hal-hal tersebut, saya rasa kami masih menjadi sebuah perusahaan yang sedang mencari product market fit.

Jadi teknologi apa yang paling menarik menurut kamu di dunia travel saat ini?

Automasi dan kecerdasan buatan.

Travel Online | Ilustrasi

Saat ini telah banyak perusahaan seperti Amazon dan Google yang mengembangkan kecerdasan buatan sendiri. Seberapa besar tantangannya untuk membuat sebuah platform yang berbeda?

Saya rasa internet jauh lebih besar dibanding perusahaan-perusahaan tersebut, dan peluang untuk bekerja sama selalu ada. Contohnya kami yang telah terintegrasi dengan Yahoo Japan, selain itu hasil pencarian pesawat kami juga telah terintegrasi dengan Alexa. Kamu harus ada di mana pengguna itu ada.

Menurut saya, masih ada ruang untuk sebuah aplikasi tunggal yang nantinya akan digunakan oleh pengguna untuk bepergian ke mana pun. Aplikasi itu belum ada saat ini, namun saya berharap aplikasi tersebut adalah Skyscanner.

Bagaimana cara mencapai itu?

Kamu harus bisa memfasilitasi transaksi untuk semua jenis produk travel. Dan kamu pun harus memungkinkan para pengguna untuk bisa saling berbagi cerita dan berkomunikasi dengan pengguna lain.

Apa target dari Skyscanner dalam waktu dekat?

Membangun tool untuk para wisatawan. Saat ini kami mempunyai software engineer, desainer, serta tim produk dan pemasaran yang terus membangun produk di seluruh dunia. Saat ini kami ada di lebih dari lima puluh negara, dan saya ingin kami tidak lagi dikenal sebagai perusahaan yang berasal dari sebuah negara tertentu.

Sebagai perusahaan besar, bagaimana kamu menjaga koordinasi antar anggota tim?

Yang terpenting adalah menyamakan pendapat tentang apa yang ingin kami capai. Hal itu kemudian diikuti oleh tim rekrutmen dan developer, yang kemudian membuat lingkungan kerja yang sesuai. Seluruh hal tersebut merupakan soft skill yang cukup sulit untuk mantan software engineer seperti saya.

Hal pertama yang saya pelajari adalah bagaimana pertemuan tatap muka dan video conference bisa lebih efektif untuk berkomunikasi dengan orang lain dibanding email.

Apa hal terbesar yang membuat kamu frustasi?

Mungkin daftar pekerjaan saya yang cukup panjang. Saya masih menggunakan kertas untuk mencatat di saat rapat, dan itu adalah hal yang sulit. Akan jauh lebih baik bila ada startup yang bisa membuat analisis semantik, sehingga mereka bisa mengubah informasi dari catatan menjadi daftar pekerjaan.

(Diedit oleh Iqbal Kurniawan)

The post CEO Skyscanner Bicara tentang Akuisisi Ctrip dan Masa Depan Bisnis Travel Online appeared first on Tech in Asia Indonesia.

Source: Inspirasi

Back To Top