skip to Main Content

Jenis Inovasi Startup yang Berpotensi Memikat Investor

“Kamu harus merombak ulang model bisnis.” Saya menatap wajah partner perusahaan modal ventura yang ada di seberang meja makan. Acara makan siang bersama dengannya pada hari itu tak berjalan seperti yang saya harapkan.

Padahal saya berencana menyampaikan teknologi mutakhir yang telah kami kembangkan untuk merevolusi dunia komputasi di kalangan korporat. Tapi ia sama sekali tidak tertarik akan hal itu.

Saat sang partner mengetahui bahwa kami masih dalam tahap belum punya penghasilan, ia mulai membahas tentang model bisnis. Lalu ia mulai menyebutkan portofolio investasinya pada sederet perusahaan teknologi yang menyasar kalangan korporat, yang pada dasarnya saya pikir kurang bagus.

Setelah lama gagal menetapkan pertemuan dengan para calon investor, mengalami pembatalan janji secara mendadak, serta bertemu dengan mereka yang tidak menunjukkan minat, saya mulai sadar bahwa kami tidak memiliki apa yang mereka inginkan.

Apa yang salah dengan usaha saya?

Masalah dengan kesuksesan di tahap awal

Pertama-tama, saya menyadari bahwa suatu kesuksesan di tahap awal dapat menggiring pada asumsi salah. Saya tahu itu karena pernah mengalaminya sendiri.

Di akhir 1990-an, saya merupakan pemilik/partner dari sebuah perusahaan yang mendapatkan investasi berkat teknologi yang tengah kami kembangkan. Teknologi tersebut sangat sulit dikembangkan karena dibangun dengan Java, yang pada saat itu belum seandal sekarang. Semua karyawan perusahaan kecipratan rejeki saat kami menjual bisnis dan teknologi tersebut.

Saya kemudian berpikir bahwa tahapan-tahapan tadi adalah jalan menuju kesuksesan: bangun teknologi yang lebih bagus, para investor akan mengantre untuk menanamkan modal.

Tapi kini zaman sudah berubah.

Saya kembali membangun sebuah teknologi canggih untuk mengatasi suatu masalah dan belum ada yang bisa memecahkannya. Saya membulatkan tekad dan bekerja keras untuk itu. Setelah melakukan penelitian dan pengembangan selama bertahun-tahun, saya akhirnya memecahkan masalah tersebut dan kemudian mendirikan perusahaan.

Saya yakin memiliki teknologi yang mampu “mengubah dunia” adalah kunci untuk mendapatkan investasi dan, ya, benar-benar mengubah dunia. Kini, bertahun-tahun kemudian, perusahaan saya tak kunjung mendapatkan suntikan dana dari investor. Kesempatan untuk mendapatkan investasi juga tampak bagai menanti hujan di musim kemarau.

Analisis saya pribadi

Saya tidak paham dunia investasi secara mendalam, tapi saya telah mengembangkan teori sendiri tentang apa yang diinginkan para investor dan mengapa mengembangkan teknologi mutakhir saja tidak menarik minat mereka.

Perlu dicatat bahwa saya sedang membahas inovasi software. Teknologi lain seperti hardware komputer, peralatan medis, dan berbagai produk berwujud fisik, punya karakteristik sama sekali berbeda. Justru lebih mudah menampilkan kecanggihan yang kamu buat dalam bidang-bidang ini.

Analisis yang saya lakukan menghasilkan kesimpulan bahwa ada dua jenis inovasi software:

  • Inovasi bisnis. Berarti memiliki ide bisnis brilian dan bisa diimplementasikan dengan teknologi yang sudah ada, seperti Facebook, Airbnb, dan Uber. Semuanya tidak memulai dengan teknologi paling mutakhir, tapi punya ide bisnis yang bagus.
  • Inovasi teknologi. Mengembangkan teknologi software yang benar-benar baru, lalu memikirkan bagaimana cara menghasilkan uang dengan teknologi tersebut.

Faktor potensi penghasilan

Saat kamu mengamati berbagai inovasi teknologi, masing-masing punya taraf potensi tersendiri untuk diimplementasikan dalam bisnis. Mari kita sebut elemen ini sebagai faktor potensi penghasilan (FPP) dengan skala satu (tak punya peluang) hingga sepuluh (sangat berpotensi menghasilkan uang).

Ambil contoh blockchain. Teknologi ini sangat keren, tapi nilai FPP miliknya saya pikir ada di kisaran satu (atau bahkan kurang). Berapa banyak perusahaan yang telah mengimplementasikannya serta berhasil membangun bisnis besar?

Sejauh pengetahuan saya, tidak ada. Saya bukannya menganggap teknologi ini sama sekali tidak punya potensi, tapi sejauh ini belum ada alasan konkret untuk mengimplementasikannya secara luas.

Kamu harus mampu membuktikan bahwa teknologi buatanmu punya potensi bisnis.

Di sisi lain, inovasi teknologi yang sukses adalah algoritme pencarian milik Google. Larry Page dan Sergey Brin mengembangkan algoritme berdasarkan nilai Eigen dan membuktikan bahwa pencarian secara besar-besaran dapat dilakukan.

Itu adalah teknologi yang mereka kembangkan. Hal selanjutnya adalah mengembangkan model bisnis berdasarkan karya tersebut. Pada kasus ini, mereka akhirnya sampai pada keputusan untuk menampilkan iklan dalam hasil pencarian.

Jadi, meski kamu punya teknologi hebat, belum tentu para investor mau mendukungmu. Jika suatu hal punya nilai FPP tinggi, mungkin mereka bersedia. Tapi jika mereka enggan, kamu harus mampu membuktikan bahwa teknologi buatanmu punya potensi bisnis.

Investor ingin imbal balik besar

Jika ide milikmu jauh lebih bagus ketimbang teknologi yang ada saat ini, pasti para investor bersedia mendukungnya, kan? Tidak juga.

Perbaikan inkremental pada teknologi yang sudah ada bisa jadi lebih mungkin untuk mendapatkan investasi dan meraih laba. Jika ingin memikat calon investor, langkah ini lebih masuk akal dibanding menawarkan inovasi radikal.

Inovasi bisnis lebih mudah dijelaskan. Semua orang memahami dasar teknologinya. Masalahnya terletak pada apakah ide bisnis tersebut mampu memikat pasar dan menghasilkan uang. Ini adalah risiko yang akan dievaluasi para investor.

Jika yang kamu punya adalah inovasi teknologi, maka jalan yang perlu kamu tempuh akan jauh lebih terjal. Merangkai kata-kata untuk menjelaskan produk akan jauh lebih sulit.

Dengan inovasi bisnis, kamu tak perlu menjelaskan teknologi yang kamu punya, cukup ide bisnisnya saja. Tapi dengan inovasi teknologi, kamu harus menjelaskan hal-hal teknis pada orang awam.

Sebelum blockchain jadi barang umum yang dikenal banyak orang, bagaimana menjelaskan benda tersebut? Kamu bisa mendeskripsikannya, tapi apa hanya akan terdengar sebagai istilah-istilah asing dalam dunia teknologi? Di mana potensi penghasilannya? Bagaimana kamu akan mengimplementasikan dan menghasilkan uang? Hal-hal inilah yang ingin didengar oleh para investor.

Teknologi blockchain mendapatkan kucuran dana sangat besar saat ini, antara lain berkat imbas dari antusiasme yang dibangun media tentang Bitcoin, serta telah dikenal secara luas. Proses penyebarluasan ini membutuhkan waktu sepuluh tahun. Kini blockchain telah menjadi teknologi umum dan beragam ide bisnis bermunculan di mana-mana.

Kesimpulan

Ide inovasi bisnis dapat muncul secara seketika, dan keberhasilannya dapat diukur dalam waktu beberapa tahun saja. Tapi inovasi teknologi membutuhkan waktu pengembangan yang jauh lebih panjang. Setelah dikembangkan pun, kamu perlu memikirkan bagaimana menyusun bisnis dengannya.

Usaha mencari investasi tak hanya butuh waktu, tapi juga bisa membuat depresi. Aktivitas ini kemungkinan besar tidak termasuk dalam daftar minatmu. Jika kamu berlatar belakang teknis, kamu mungkin lebih suka menciptakan sesuatu. Mampukah kamu menghabiskan waktu untuk menetapkan pertemuan yang sebagian besar akan berakhir nihil?

Jadi, kamu perlu berpikir masak-masak sebelum mengagunkan rumah serta menghabiskan tabungan demi membangun inovasi teknologi. Jika kamu sudah bertekad bulat, maka pilihan paling masuk akal adalah berhemat dengan melakukan bootstrap.

Suatu saat, dengan cukup banyak pelanggan, kamu mungkin bisa membuktikan idemu yang pada akhirnya akan memikat para investor. Bisa jadi saat masa itu tiba, kamu tak lagi memerlukan investasi. Inilah mengapa aspek investasi sangat rumit dan bertolak belakang dengan para inovator teknis.

(Artikel ini pertama kali dipublikasikan dalam bahasa Inggris. Isi di dalamnya telah diterjemahkan dan dimodifikasi oleh Iqbal Kurniawan sesuai dengan standar editorial Tech in Asia Indonesia. Diedit oleh Pradipta Nugrahanto)

This post Jenis Inovasi Startup yang Berpotensi Memikat Investor appeared first on Tech in Asia.

The post Jenis Inovasi Startup yang Berpotensi Memikat Investor appeared first on Tech in Asia Indonesia.

Source: Inspirasi

Back To Top