skip to Main Content

Mengukur Pertumbuhan Startup dengan Framework AARRR

Setiap pemilik bisnis pasti ingin produknya tumbuh dengan optimal. Tapi untuk mencapai hal itu, kita harus tahu dulu apa saja aspek yang mempengaruhi pertumbuhan produk. Di tengah banyaknya jenis metrik di luar sana, kita harus pandai memilih metrik yang benar-benar menunjukkan kondisi produk dengan tepat.

Dave McClure dari 500 Startups mencetuskan framework metrik yang dapat menggambarkan kondisi startup secara tepat. Framework ini terdiri dari lima tahap, sesuai dengan lima jenis interaksi konsumen dengan sebuah produk.

McClure menyebutnya sebagai “Metrik Bajak Laut” (Metrics for Pirates), karena bila disingkat maka lima tahap tersebut akan berbunyi, “AARRR,” layaknya gaya bicara bajak laut zaman dahulu. Seperti apa Metrik Bajak Laut itu, dan bagaimana mengoptimalkannya?


Lima tahap siklus perilaku konsumen

Interaksi konsumen dengan produk tidak terjadi secara instan. Selain melakukan transaksi/pembelian, ada langkah-langkah lain yang mereka lewati. Langkah-langkah ini disebut sebagai siklus perilaku konsumen atau Customer Life Cycle.

Sebagaimana diutarakan Dave McClure, dalam kasus produk digital (situs web, aplikasi, dsb) Customer Life Cycle terdiri dari lima tahapan, yaitu:

  • Acquisition
  • Activation
  • Retention
  • Referral
  • Revenue

Acquisition adalah tahap pertama, yaitu tahap di mana konsumen mendatangi produk dari berbagai jalur. Datangnya konsumen ke home page, pengunduhan aplikasi, atau terciptanya hubungan dengan klien adalah beberapa contoh kejadian Acquisition.

Tahap Acquisition berkaitan erat dengan kampanye marketing. Tujuanmu di tahap ini adalah mencari pengguna sebanyak-banyaknya. Meski mereka belum mendatangkan uang, mereka adalah calon pelanggan yang akan mendatangkan uang nantinya. Pilih jalur-jalur marketing yang efektif, dapat menjangkau banyak orang, dan berbiaya rendah.

Activation terjadi ketika kamu berhasil menarik minat pengguna. Mereka merasa produkmu relevan, sehingga mau menggunakan fitur-fitur kunci di dalamnya. Misalnya:

  • melakukan registrasi
  • melakukan pencarian produk di aplikasi e-commerce
  • membaca beberapa artikel di situsmu.

Tanda Activation yang sukses adalah ketika pengguna melakukan sesuatu yang dapat memicu kunjungan kembali (repeat visit). Contohnya menambahkan produk ke wishlist atau berlangganan email notifikasi. Kamu mungkin perlu melakukan banyak iterasi dan A/B testing agar produkmu dapat memicu Activation secara efektif.

Retention secara harfiah berarti “menyimpan” atau “menahan”. Jadi ini adalah tahap di mana kamu berusaha mempertahankan konsumen yang pernah datang agar mereka mau datang kembali. Banyak entrepreneur percaya bahwa Retention merupakan tahap terpenting dalam Customer Life Cycle, sehingga muncul ungkapan, “Retention adalah raja.”

Riset dari Bain & Company menyatakan bahwa peningkatan retensi sebanyak 5 persen akan meningkatkan profit sebanyak 25-95 persen. Seian itu, usaha meningkatkan Retention dipercaya lebih murah daripada peningkatan Acquisition. Berikan perhatian dan update info secara reguler pada konsumen, sehingga mereka menjadi pelanggan yang setia.

Referral mirip dengan Acquisition, karena di tahap ini kamu berusaha menyebarkan produk dan mencari konsumen lebih banyak. Bedanya, Referral hanya bisa terjadi bila konsumen sudah melalui tahap Activation. Dengan kata lain, konsumen hanya mau merekomendasikan/membagikan produk bila mereka puas dengan produk itu.

Kamu bisa mendorong Referral dengan berbagai cara. Misalnya kontes atau giveaway, memberi imbalan bagi pengguna yang mengundang teman, dan lain-lain. Tapi Dave McClure menekankan satu hal: jangan meminta pengguna melakukan Referral sebelum mereka mendapat pengalaman yang memuaskan.

Revenue adalah tahap ketika konsumen terlibat dalam suatu kegiatan monetisasi. Bentuknya bisa bermacam-macam tergantung dari jenis usaha, mulai dari pembelian produk, penggunaan jasa, hingga kemunculan iklan (model bisnis freemium, misalnya).

Seorang pebisnis tentu ingin memiliki produk dengan Revenue tinggi. Tapi jangan terlalu terpaku pada Revenue hingga kamu hanya memikirkan fitur monetisasi saja. Semua tahap dalam AARRR sama pentingnya. Monetisasi yang tidak tepat justru dapat membuat konsumen pergi.


Evaluasi pertumbuhan dengan AARRR

Proses atau fitur dalam produkmu bisa bermacam-macam, tapi pada dasarnya proses-proses itu tetap berada dalam koridor AARRR di atas. Masing-masing tahapan ini dapat diukur secara kuantitatif, dan dengan melihat datanya kamu akan tahu bagian mana dalam produkmu yang perlu dioptimalkan.

Mari kita ambil contoh kasus, yaitu usaha restoran. Katakanlah kamu baru saja membuka restoran Cina di sebuah kota. Kamu sudah menyediakan koki masakan Cina top dan memilih bahan-bahan terbaik. Rasa masakan di restoranmu jelas enak. Tapi ternyata angka pembukuanmu terus minus.

Mengapa ini terjadi? Tanpa arahan yang jelas, kamu hanya bisa menebak-nebak. Tapi dengan framework AARRR kamu bisa melakukan evaluasi dengan lebih baik. Kamu dapat memperhatikan setiap aspek AARRR yang ada di restoranmu, lalu mencari di mana konsumen terhambat.

Mungkin restoranmu sepi karena tidak banyak orang yang tahu bahwa ada restoran baru. Artinya masalahmu ada di tahap Activation. Kamu perlu melakukan pemasaran lebih gencar supaya namamu dikenal.

Di sisi lain, bila restoranmu sempat ramai tapi kemudian berangsur-angsur sepi, bisa jadi kamu bermasalah di tahap Retention. Konsumen datang dan membeli, tapi setelah membeli sekali mereka tak mau kembali. Ada sesuatu yang membuat mereka tak puas, dan kamu harus cari tahu apa itu.

Evaluasi seperti ini lebih mudah di produk digital karena kita bisa menangkap dan mengukur data secara pasti. Kamu tinggal mencocokkan proses atau fitur di produk dengan tahap perilaku konsumen yang bersangkutan, kemudian mencatat metriknya seperti contoh buatan Dave McClure di bawah.

Conversion Metrics | Example


Kiat-kiat mengoptimalkan AARRR

Dalam dunia startup, kesuksesan merupakan hasil dari evolusi bertahap. Jadi jangan khawatir bila pertumbuhanmu tidak sesuai keinginan pada awalnya. Kamu cukup melakukan optimalisasi agar produkmu bisa berkembang dengan lebih baik.

Untuk mengoptimalkan Acquisition, ada empat hal yang harus kamu perhatikan, yaitu:

  • Source, yaitu jalur apa yang kamu pilih untuk mempromosikan produk ke pelanggan. Bentuknya bisa blog/situs, email, media sosial, SEO, dsb.
  • Volume, yaitu jumlah pelanggan yang bisa kamu dapat di jalur tersebut.
  • Cost, yaitu biaya yang diperlukan untuk meluncurkan kampanye marketing di suatu jalur.
  • Conversion, dengan kata lain berapa jumlah konsumen yang terdorong untuk melakukan suatu aksi dalam produkmu (bisa berupa monetisasi atau bukan).

Pilihlah jalur akuisisi dengan jumlah volume terbanyak, biaya terendah, dan persentase conversion tertinggi. Jangan lupa juga mengoptimalkan SEO agar produkmu mudah ditemukan. Bukan hanya nama produk yang harus digencarkan, tapi juga keyword yang berhubungan dengan kebutuhan konsumen, padanan kata, bahkan typo.

Untuk mengoptimalkan Activation, pertama-tama tentukan dulu ukuran Activation dalam produkmu. Berapa jumlah klik yang harus terjadi? Berapa produk dicari, berapa artikel dibaca? Berapa lama pengguna menggunakan produk? Mungkin seorang pengguna baru bisa dikatakan aktif bila ia sudah menggunakan suatu fitur.

Setelah menentukan ukuran, kamu bisa mengoptimalkannya dengan:

  • Mendesain produk dengan prinsip less is more. Lebih baik fokus pada sedikit fitur yang bermakna daripada banyak fitur aksesoris yang membingungkan.
  • Menciptakan user experience dan usability yang baik.
  • Memberikan call to action dan insentif untuk pengguna aktif.
  • Melakukan testing dan iterasi terus-menerus untuk hasil optimal.

Retention sangat penting, bahkan sering dianggap metrik terpenting. Tapi berusaha terlalu keras meningkatkan Retention bisa jadi bumerang. Misalnya bila kamu terlalu sering mengirim email kepada konsumen sehingga mereka merasa seperti terkena spam.

Beberapa metode Retention yang umum misalnya dengan mengirim email otomatis, notifikasi aplikasi, serta penggunaan post di media sosial. Apa pun jalur pilihanmu, yang penting adalah tingkat click-through rate (CTR).

Misal kamu mengirim email promosi untuk konsumen. Bila penerima tidak membuka email, atau hanya membaca email tanpa ada tindak lanjut, tentunya angka Retention produkmu tidak bertambah. Konsumen baru bisa disebut “bertahan” bila ia mengeklik tautan atau kembali menggunakan produkmu.

Referral bisa terjadi lewat berbagai jalur. Contohnya mengirimkan email atau pesan lewat messenger ke teman, share di media sosial, embed tautan di situs web, dan sebagainya. Referral memiliki kaitan yang erat dengan viralitas. Semakin produkmu memiliki unsur-unsur viral, pengguna akan semakin semangat menyebarkannya.

Untuk mengevaluasi kekuatan Referral produkmu, Dave McClure menyarankan formula yang disebut Viral Growth Factor. Kamu dapat melihat rumusnya pada gambar di bawah.

Viral Growth Factor | Formula

Usahakan untuk mendapat nilai Viral Growth Factor lebih dari satu. Bila angka ini tercapai, artinya produkmu memiliki pertumbuhan Acquisition yang sehat secara organik (tanpa iklan berbayar). Seperti Retention, kamu dapat mendorong Referral dengan menawarkan imbalan bagi pengguna yang mengundang temannya.

Terakhir, optimalisasi Revenue adalah tahap yang harus kamu temukan sendiri. Pasalnya setiap bisnis memiliki wujud berbeda-beda, sehingga cara meraih Revenue pun bisa berbeda-beda. McClure sendiri memberi lima kiat umum untuk meningkatkan Revenue, antara lain:

  • Jangan hanya bergantung pada AdSense. AdSense memang menjanjikan, tapi pemasukannya bisa fluktuatif. Kamu perlu melakukan diversifikasi.
  • Mulailah dengan sesuatu yang gratis. Ini berguna bila kamu ingin cepat melakukan Acquisition. Cocokkanlah strategi ini dengan model bisnismu.
  • Dorong terjadinya transaksi berulang atau subscription. Ingat, Retention adalah raja.
  • Lakukan kualifikasi pelanggan. Artinya, kamu harus memilah mana konsumen yang berprospek mendatangkan Revenue (lead) dan mana yang tidak.
  • Jual sesuatu. Kamu bisa menjual produk secara fisik ataupun virtual, tapi pada intinya adalah kamu memiliki sesuatu yang bisa dijual.

Framework AARRR merupakan cara mengukur pertumbuhan produk yang sederhana tapi efektif. Dengan mengetahui di tahap mana produkmu “tersandung”, kamu bisa menentukan langkah apa yang harus diambil untuk melakukan perbaikan. Alih-alih berasumsi, kamu bisa mengatur strategi berdasarkan data yang pasti.

Kesuksesan produk bukan hal yang bisa dicapai secara instan. Jadi jangan khawatir bila kamu tidak bisa langsung menemukan metode terbaik. Lakukan testing dan iterasi dengan cepat, sampai produkmu berevolusi menjadi produk yang benar-benar optimal.

(Diedit oleh Pradipta Nugrahanto)

This post Mengukur Pertumbuhan Startup dengan Framework AARRR appeared first on Tech in Asia.

The post Mengukur Pertumbuhan Startup dengan Framework AARRR appeared first on Tech in Asia Indonesia.

Source: Inspirasi

Back To Top