skip to Main Content

Pemuda Al Azhar Peduli Lingkungan

Delapan puluh sembilan tahun yang lalu, para pemuda Indonesia berkumpul di Batavia (Jakarta) untuk menyatakan sikap satu Indonesia. Mereka meyakinkan bertanah air satu, berbangsa satu, berbahasa persatuan yang satu, Indonesia. Itulah Sumpah Pemuda dan saat ini kita peringati sebagai salah satu hari nasional Indonesia. Saya melihat hal ini luar biasa dari segi substansi dan metodologi.

Secara substansi Sumpah Pemuda ini menunjukkan bahwa para pemuda Indonesia saat itu mempunyai visi jauh ke depan, menembus batas waktu dan ruang. Mereka menyadari bahwa satu Indonesia itu harus dijadikan sumpah untuk terus dijalankan selama-lamanya.  Dulu dan kini pun, hakekat Indonesia satu itu tetap penting.

Dilihat dari segi metode, mereka berkumpul di Batavia manakala saat itu segalanya tidak semudah sekarang. Tentu pada waktu itu belum ada jaringan telepon, apalagi telepon pinter dengan berbagai aplikasi dan medsos yang kita rasakan hari ini. Tetapi mereka dapat berkumpul dan berkongres menghasilkan suatu konsep yang sangat bernas. Tentu basis transportasi mereka adalah darat dan laut yang memerlukan waktu cukup lama untuk tiba di Batavia. Yang mendorong mereka berkumpul tidak lain adalah kesamaan visi, yakni satu Indonesia. Dan, saya yakin semua itu karena ada unsur kecintaan, kesungguhan, dan kedisiplinan. Kalau tidak, mustahil para pemuda Indonesia dari berbagai pelosok Nusantara bisa berkumpul di satu titik. Intinya, bila ada keinginan selalu ada jalan, man jadda wa jada.

Atas dasar itulah merayakan hari Sumpah Pemuda di kalangan civitas akademika Perguruan Tinggi dan Sekolah Menengah sangat penting dilakukan. Namun demikian, pola peringatannya sebaiknya dilakukan bukan dalam bentuk upacara atau aksi seremonial saja. Tetapi perlu kreasi lain yang ada manfaatnya. Itulah sebabnya Universitas Al Azhar Indonesia (UAI) merayakannya dalam bentuk campuran antara upacara dan aksi nyata. Yakni pelepasan burung, pembuatan lubang resapan biopori (LRB), lomba selfie, dan lomba akustik.

Para mahasiswa UAI dan siswa-siswi SMAI Al Azhar di Jakarta dan Bekasi berkumpul di halaman kompleks pendidikan Al Azhar. Setelah upacara, mereka mendengarkan penjelasan tentang LRB dari penggagasnya langsung, Pak Kamir R Brata, dosen IPB dan Pak Gatut Susanta Ketua Tim Gerakan 5 juta LRB Bogor. Kemudian mereka mencoba membuat LRB di tempat yang telah disiapkan.

Makna dari gerakan ini tidak lain adalah bukti kepedulian pemuda terhadap kelestarian lingkungan. Memilih LRB, selain mudah juga ada unsur pemberdayaan masyarakat dalam waktu yang sempit. Dalam satu kali gebrakan bisa terbuat ratusan atau bahkan ribuan LRB. Untuk membuat satu LRB hanya perlu waktu sekitar 5 menit, jadi dalam 30 menit bisa terbentuk sekitar 6 LRB. Artinya bila ada 100 peserta di acara aksi itu, maka akan terbentuk 600 LRB dalam tempo 30 menit. Bayangkan kalau seluruh SMA/K dan PT mengadakan aksi nyata dalam memperingati hari Sumpah Pemuda, niscaya akan terbuat jutaan LRB. Aksi-aksi nyata sebagai wujud persatuan dan kebersamaan inilah yang sebaiknya dilakukan di lembaga pendidikan.

Manfaat LRB ini mirip dengan manfaat ekosistem hutan, mampu menyerap dan menyimpan air dalam tanah. Selain itu juga akan memperkaya biota dalam tanah, karena ada sumber makanan dengan adanya bahan organik yang dimasukkan ke dalam LRB. Makhluk Tuhan yang selama ini kekurangan makanan, akan sangat bahagia karena mulai ada makanan. Wajar kalau mereka berdo’a untuk kebaikan manusia. Intinya, bila kita melindungi alam, maka alam akan melindungi kita..

Pelepasan burung yang kami lakukan, maknanya bahwa makhluk hidup itu mempunyai tempatnya sendiri. Bila mereka berada di alam tanpa terkekang, maka akan terjadi keseimbangan ekosistem. Itulah mengapa kami di Al Azhar memanfaatkan hari Sumpah Pemuda untuk meningkatkan rasa kepedulian terhadap lingkungan.

Adapun unsur kekinian dalam Sumpah Pemuda dijawab dengan lomba swafoto (selfie) dan lomba akustik. Dunia seni dengan teknologi harus bersatu. Selain untuk menghindari suasana kering, juga untuk menumbuhkan imajinasi dan kreatifitas. Para pemuda bisa melakukan aksi peduli lingkungan serta mampu berkreasi seni budaya.

Adapun soal kudapan, pada acara itu basisnya adalah rebusan-rebusan hasil bumi seperti singkong, ubi, dan pisang. Minumannya berupa minuman rakyat, yaitu bajigur. Semua ini untuk bukti bahwa pemuda modern harus tetap paham esensi lingkungan dan unsur-unsur tradisional. Itulah Pemuda Al Azhar Peduli Lingkungan.

Asep Saefuddin

Rektor Universitas Al Azhar Indonesia/Guru Besar Statistika FMIPA IPB

Source: Berita Kampus

Back To Top