skip to Main Content

Perjalanan HukumOnline Dorong Transparansi Hukum Selama 17 Tahun Terakhir


Founder: Arief Tarunakarya Surowidjojo, Ahmad Fikri Assegaf, dan Ibrahim Sjarief Assegaf.
Industri: layanan hukum online.
Status pendanaan: pendanaan Seri A (nominal tidak disebutkan).

  • HukumOnline bisa eksis sampai saat ini berkat pendapatan dari layanan berlangganan yang memberikan para pengguna berbagai analisis, update, serta rangkuman dari berbagai aturan terbaru.
  • Mereka merambah bisnis baru dengan layanan EasyBiz dan Justika, masing-masing memberikan kemudahan bagi pengguna dalam mendirikan badan hukum dan mencari pengacara.
  • Setelah mendapatkan pendanaan Seri A, HukumOnline hendak mengembangkan teknologi dalam platformnya dengan bekal komunitas yang telah dibangun sejak tujuh belas tahun silam.

button ulasan startup


Pada tahun 2000, tiga orang pengacara yang terdiri dari Arief Tarunakarya Surowidjojo, Ahmad Fikri Assegaf, dan Ibrahim Sjarief Assegaf memutuskan untuk mendirikan sebuah platform informasi dunia hukum bernama HukumOnline. Hal ini mereka lakukan karena merasa informasi terkait hukum, seperti aturan, undang-undang, dan putusan pengadilan saat itu masih sulit diakses oleh masyarakat luas.

Kesulitan memperoleh informasi tentang hukum jelas mempunyai pengaruh negatif, karena masyarakat jadi tidak tahu apa saja hak mereka di mata hukum, terutama dalam urusan ketenagakerjaan dan perlindungan konsumen. Bagi para praktisi hukum seperti pengacara, data-data seperti itu merupakan “senjata” mereka dalam melayani klien.

“Bukan hanya masyarakat umum, mahasiswa fakultas hukum saja terkadang masih sulit untuk mencari informasi tersebut. Mereka harus datang langsung ke Pusat Dokumentasi Hukum (PDH), mencari aturan yang ada di tumpukan buku fisik, kemudian membuat duplikatnya dengan mesin fotokopi. Terkadang aturan-aturan terbaru pun tidak bisa ditemukan di sana,” ujar Amrie Hakim, Direktur News & Content dari HukumOnline, kepada Tech in Asia Indonesia.

Perjalanan tujuh belas tahun

Keputusan untuk menghadirkan sebuah platform online berbuah manis. Kini, lebih dari tujuh belas tahun sejak berdiri, HukumOnline masih eksis dengan jumlah pengunjung yang mencapai sekitar dua juta orang setiap bulannya.

Dengan jumlah karyawan mencapai seratus orang, kini HukumOnline telah merambah bisnis baru seperti menyelenggarakan event hukum, membantu pendirian perusahaan, hingga menghubungkan pengunjung dengan para pengacara berkualitas.

Puncaknya, pada akhir tahun 2017 lalu, mereka berhasil mendapatkan pendanaan Seri A dari Emerging Media Opportunity I, L.P. (EMOF). EMOF merupakan dana investasi milik Media Development Investment Fund (MDIF), sebuah organisasi nirlaba asal Amerika Serikat.

Bagaimana sebenarnya HukumOnline bisa bertahan selama tujuh belas tahun tanpa sekalipun menerima pendanaan dari pihak luar? Bagaimana mereka akan bersaing dengan para startup hukum baru yang mulai banyak bermunculan di tanah air? Mari simak ulasannya berikut ini.

Layanan analisis hukum berbayar jadi andalan

HukumOnline | Screenshot

Menurut Ibrahim Sjarief Assegaf, salah satu founder HukumOnline, mereka sebenarnya bukan satu-satunya platform hukum yang muncul sekitar tahun 2000-an. Pada saat itu sempat muncul platform seperti Hukum2000 dan Hukum-Online. Namun di antara para kompetitor tersebut, hanya HukumOnline yang bertahan hingga saat ini.

Di awal kemunculannya, HukumOnline hanyalah sebuah situs berisi berita dan peraturan hukum yang bisa dilihat dan diunduh secara gratis. Namun para pengguna ternyata tidak cukup puas dengan informasi tersebut. Mereka meminta HukumOnline membuat semacam rangkuman atau analisis dari aturan-aturan tersebut.

“Setiap harinya, ada banyak sekali aturan hukum yang keluar. Hal ini tentu merepotkan karena pembaca harus memeriksa semuanya terlebih dahulu. Karena itulah kami kemudian mulai membuat rangkuman dan analisis seperti Indonesian Legal Brief, Indonesian Law Digest, hingga Monthly Law Review, yang bisa dinikmati dengan cara membayar biaya berlangganan (subscription),” jelas Mutiara Putri Artha (Putri), General Manager of Marketing dari HukumOnline.

Para praktisi hukum telah terbiasa berlangganan layanan asal luar negeri.

Model bisnis berlangganan (subscription) seperti ini bukanlah hal yang baru bagi para praktisi hukum. Menurut Ibrahim, sejak kuliah hingga bekerja, para praktisi hukum telah terbiasa berlangganan layanan asal luar negeri seperti LexisNexis dan WestLaw. Kedua platform tersebut menghadirkan layanan mereka dengan skema berlangganan.

Konsep ini pun terbukti sukses. Saat ini, pendapatan dari layanan berlangganan masih menjadi sumber pemasukan terbesar bagi HukumOnline. Hingga akhir Desember 2017 lalu, terhitung ada sekitar 620 perusahaan yang memanfaatkan layanan berbayar tersebut.

Namun untuk masyarakat Indonesia, kami tahu bahwa kami tidak bisa menetapkan biaya untuk semua layanan. Harus ada yang versi gratis juga.

Ibrahim Sjarief Assegaf,
Founder HukumOnline

Itulah mengapa HukumOnline masih memungkinkan masyarakat mengakses berita, aturan hukum, hingga menanyakan berbagai hal dalam forum konsultasi hukum, secara gratis.

Mulai merambah ke bisnis event dan marketplace

EasyBiz | Screenshot

Sekitar tahun 2008, barulah HukumOnline merambah bisnis lain. Mereka mulai membuat event yang mengumpulkan para praktisi hukum untuk berkumpul dan mendiskusikan berbagai perkembangan dunia hukum, hingga penjelasan aturan dan undang-undang terbaru. “Saat ini, event merupakan penyumbang pendapatan terbesar kedua untuk kami,” tutur Putri.

Di tahun 2015, mereka pun menghadirkan dua lini bisnis baru, yaitu EasyBiz dan Justika. EasyBiz merupakan platform yang bisa memudahkan kamu untuk mendirikan badan hukum, sedangkan Justika adalah platform yang bisa membantu kamu mencari pengacara berkualitas.

Kami mempunyai tiga pilar utama, yaitu konten, teknologi, dan marketplace.

Kedua bisnis ini masih relatif baru. Karena itu HukumOnline baru mempunyai sekitar dua puluh orang untuk menjalankan operasional EasyBiz, dan empat orang untuk Justika.

“Sejak awal kami mempunyai tiga pilar utama, yaitu konten, teknologi, dan marketplace. Dan semua layanan yang kami hadirkan sebenarnya hanya turunan dari tiga pilar tersebut,” jelas Amrie.

Di tahun 2018, HukumOnline berniat untuk meluncurkan sebuah aplikasi mobile khusus untuk masyarakat yang awam dengan dunia hukum. Kamu bisa dengan mudah mencari jawaban dari persoalan hukum dengan aplikasi tersebut. Sayangnya, HukumOnline belum mau bercerita lebih banyak tentang aplikasi ini.

Fokus “menggoreng nasi”

Peraturan Online Sekretaris Kabinet | Screenshot

Contoh Undang-Undang yang kini tersedia secara online

Pemerintah telah melakukan berbagai perubahan dalam penerbitan dokumen hukum. Beberapa instansi seperti Kementerian Hukum, Pengadilan, hingga Mahkamah Agung, telah mulai mengeluarkan peraturan, undang-undang, serta putusan, secara online.

Menurut Ibrahim, pihaknya jelas terbantu dengan inisiatif ini. Namun sayangnya hal tersebut belum berjalan secara maksimal. “Hingga sekarang kami masih mendapatkan dokumen hukum yang hanya berbentuk hardcopy. Bila kondisinya pun buruk, kami terpaksa harus mengetik ulang isinya,” ujar Ibrahim.

HukumOnline sendiri kini telah mengalihkan fokus. Saat ini, mereka tidak lagi menghabiskan waktu untuk mengumpulkan dokumen hukum, melainkan lebih fokus untuk membuat rangkuman hal penting dan analisis dari dokumen-dokumen yang ada.

“Dahulu kami seperti penjual nasi goreng yang harus mulai dengan menanam padi, memanen, menggiling agar menjadi beras, memasaknya agar menjadi nasi, baru digoreng. Kini, kami cukup tinggal menggorengnya saja,” tutur Ibrahim memberikan analogi.

Selain itu, HukumOnline kini juga berusaha membantu institusi hukum seperti Mahkamah Agung dan Pengadilan Negeri dalam membuat keputusan. Mereka telah menyediakan akses bagi para hakim di kedua institusi tersebut untuk bisa melihat database dokumen hukum masing-masing secara gratis.

Transformasi setelah mendapat pendanaan

Pendanaan Startup uang Vertex Ventures

Perjalanan HukumOnline cukup berbeda dengan kebanyakan startup yang ada saat ini. Selama tujuh belas tahun, mereka hanya mengandalkan modal dari para founder.

Oleh karena itu, beberapa tahun sejak berdiri, mereka pun langsung melakukan monetisasi agar bisa terus bertahan. Namun mereka mengakui bahwa situasi tersebut jelas akan berubah setelah mereka mendapat pendanaan.

Kini kami dihadapkan pada target jumlah pelanggan dan pendapatan yang lebih besar.

“Ketika memberi investasi, para investor tentu mengharapkan modal yang mereka berikan bisa kembali. Karena itu kini kami dihadapkan pada target jumlah pelanggan dan pendapatan yang lebih besar dibanding sebelumnya,” tutur Putri.

Selain itu, HukumOnline pun menyatakan tengah menghadapi tantangan dalam hal pengembangan teknologi. Terlebih dengan makin banyaknya startup hukum yang bermunculan, mereka pun merasa harus “bergerak” lebih cepat, demi menghadirkan layanan yang dibutuhkan pengguna.

Itulah mengapa pada awal tahun ini kami merekrut CTO baru, yaitu Arkka Dhiratara

Amrie Hakim,
Direktur News & Content HukumOnline

Beberapa tahun terakhir, kita akhirnya melihat kemunculan pesaing-pesaing bagi HukumOnline, seperti Lawble dan Eclis. Selain itu layanan EasyBiz mereka pun juga harus bersaing dengan startup seperti PopLegal, LegalGo, dan KontrakHukum.

Namun menurut Putri, pihaknya mempunyai keuntungan karena mereka telah mempunyai infrastruktur data dan komunitas besar, yang mereka bangun sejak tujuh belas tahun yang lalu. “Inilah keunggulan kami, yang tidak dimiliki oleh para startup hukum lain,” pungkas Putri.

(Diedit oleh Iqbal Kurniawan)

This post Perjalanan HukumOnline Dorong Transparansi Hukum Selama 17 Tahun Terakhir appeared first on Tech in Asia.

The post Perjalanan HukumOnline Dorong Transparansi Hukum Selama 17 Tahun Terakhir appeared first on Tech in Asia Indonesia.

Source: Inspirasi

Back To Top