skip to Main Content

Prediksi Perkembangan Industri Startup Indonesia setelah 2020

Nilai pasar ekonomi digital Asia Tenggara pada tahun 2025 nanti diprediksi bakal mencapai US$240 miliar (sekitar Rp3,3 kuadriliun). Indonesia sebagai ekonomi terbesar di Asia Tenggara dipastikan akan menjadi salah satu kontributor utama, dengan perkiraan kontribusi mencapai hampir lima puluh persen gross merchandise value (GMV) ekonomi digital di wilayah ini.

Perusahaan media Catcha Group memublikasikan riset mereka mengenai sederet prediksi industri teknologi dan startup di Asia Tenggara selama beberapa tahun ke depan. Bersama riset tersebut, mereka juga menyertakan prediksi mengenai perkembangan industri teknologi di Indonesia.

Pendanaan di Indonesia akan melampaui Singapura

Hingga akhir tahun 2018, para pemimpin pasar atau startup dengan valuasi terbesar di Indonesia telah berhasil mendapat pendanaan dengan jumlah hampir setara dengan para unicorn asal Singapura.

Empat startup pemimpin pasar di Singapura telah mengumpulkan total pendanaan sekitar US$22 miliar (sekitar Rp308 triliun). Keempat unicorn tersebut adalah GrabLazadaRazer, dan Sea. Jumlah tersebut ditandingi oleh total pendanaan sekitar US$20 miliar (sekitar Rp280 triliun) dari keempat unicorn asal Indonesia yang meliputi GO-JEKTokopediaBukaLapak, dan Traveloka.

Semakin banyak investor melihat potensi besar dalam pasar dalam negeri. Indonesia memiliki 133 juta pengguna internet, atau 26 kali lebih banyak dari Singapura. Menurut Catcha Group, kondisi ini turut membuat jumlah pendanaan seri C di Singapura mulai menurun selama beberapa tahun terakhir, sementara di Indonesia makin meningkat.

Semua faktor ini—ditambah prediksi bahwa jumlah unicorn dari dalam negeri akan bertambah pada tahun 2019—membuat nilai pasar startup di Indonesia sangat mungkin melampaui Singapura dalam beberapa tahun ke depan.

Sedikitnya dua unicorn baru

Menurut temuan Catcha Group, berbagai investor lokal ataupun asing menyatakan ingin melakukan diversifikasi ke bidang selain e-commerce, terutama ke dalam bidang teknologi finansial (fintech) dan dan kesehatan (healthtech). Ditambah faktor pendukung seperti tingkat penggunaan tinggi dari masyarakat lokal, unicorn asal Indonesia berikutnya diperkirakan akan muncul dari salah satu kategori ini.

Catcha Group memperkirakan bahwa total nilai transaksi fintech di Indonesia akan tumbuh lebih dari dua kali lipat dari US$22 miliar (sekitar Rp308 triliun) pada 2018 menjadi US $54 miliar (sekitar Rp758 triliun) pada 2025.

Jumlah pengguna internet dan estimasi persentase adopsi fintech di sejumlah negara Asia Tenggara.

Jumlah pengguna internet dan estimasi persentase adopsi fintech di sejumlah negara Asia Tenggara tahun 2018. Sumber: Catcha Group.

Indonesia memiliki angka adopsi fintech relatif tinggi dibanding beberapa negara Asia Tenggara lainnya. Industri ini telah berkembang secara pesat dalam waktu yang relatif singkat. Startup fintech lending telah menyalurkan dana pinjaman senilai Rp13,8 triliun ke seluruh Indonesia selama 2018, meningkat lebih dari 400 persen dibanding 2017.

Ini mendorong berbagai institusi pemerintah, finansial, maupun startup di Indonesia mulai berinvestasi lebih besar dalam bidang fintech dengan mendirikan pundi dana, inkubator, atau mengakuisisi startup fintech. Sebagai contoh, berikut adalah sederet bank dan startup yang telah berinvestasi banyak dalam fintech hingga akhir 2018 beserta estimasi nilai investasi masing-masing:

  • Bank BTPN (US$89 juta/sekitar Rp1,2 triliun)
  • Moka (US$37 juta/sekitar Rp520 miliar)
  • Bank Mandiri (US$22,4 juta/sekitar Rp315 miliar)
  • KoinWorks (US$16,5 juta/sekitar Rp232 miliar)
  • Bank BCA (US$15 juta/sekitar Rp211 miliar)

Perusahaan fintech yang ingin tumbuh di Indonesia harus menghadapi peraturan yang ketat dari berbagai regulator. Otoritas Jasa Keuangan (OJK), misalnya, bertujuan mendukung ekosistem fintech Indonesia melalui kebijakan seperti peluncuran fintech hub pada 2018.

Di sisi lain, OJK juga akan menghendaki tanggung jawab lebih tinggi perihal pendaftaran dan praktik bisnis perusahaan fintech berkat menjamurnya kasus penipuan dan startup tak terdaftar selama 2018.

Healthtech makin diminati investor

Pangsa pasar industri healthtech di Asia Pasifik.

Porsi pendanaan yang mengalir ke industri healthtech di Asia Pasifik. Sumber: Catcha Group.

Pada paruh pertama 2018, total pendanaan untuk sektor healthtech di Asia telah mencapai US$3,3 miliar (sekitar Rp46 triliun) yang terdiri dari 107 kesepakatan. Jumlah ini diperkirakan akan terus meningkat dan Indonesia sudah memegang pangsa pasar terbesar kedua di Asia Tenggara setelah Singapura.

Kondisi ini turut mendorong valuasi pasar industri kesehatan Indonesia yang diperkirakan tumbuh hingga US$363 miliar (sekitar Rp5,1 kuadriliun) pada tahun 2025. Saat ini telah muncul sejumlah startup yang berpotensi menjadi pemain besar di masa depan industri healthtech Indonesia, seperti (beserta estimasi total pendanaan masing-masing):

  • Halodoc (US $13 juta/sekitar Rp182 miliar)
  • Alodokter (US $12,1 juta/sekitar Rp170 miliar)

Indonesia akan miliki Nexicorn terbanyak di Asia Tenggara

Menurut Catcha Group, kondisi pasar Indonesia saat ini sangat memungkinkan bagi bertambahnya Nexicorn (startup dengan valuasi lebih dari US$100 juta atau sekitar Rp1,4 triliun). Kondisi ini diperkirakan akan terjadi karena tiga faktor utama, yaitu:

  • Pertumbuhan ekonomi internet Indonesia berkat populasi pengguna internet yang tinggi,
  • Jumlah konsumen kelas menengah yang meningkat, dan
  • Bertambahnya pendanaan berkat meningkatnya minat investor.
Valuasi pasar ekonomi digital di Asia Tenggara, berdasarkan Gross Merchandise Value (GMV).

Valuasi pasar ekonomi digital di Asia Tenggara (dalam miliar US $), berdasarkan Gross Merchandise Value (GMV). Sumber: Catcha Group.

Populasi pengguna internet yang tinggi telah mendorong Indonesia menjadi ekonomi digital terbesar dengan pertumbuhan tercepat di Asia Tenggara. Dengan peran pembangunan infrastruktur seperti Palapa Ring dalam meningkatkan penetrasi internet Indonesia, ekonomi digital diproyeksikan tumbuh hingga US$100 miliar (sekitar Rp1,4 kuadriliun) pada 2025.

Potensi pasar Indonesia juga didorong oleh tumbuhnya segmen middle-class & affluent consumers (MAC) atau konsumen dengan pengeluaran lebih dari Rp2 juta tiap bulan untuk kebutuhan rumah tangga. Menurut Boston Consulting Group (BCG), segmen ini di Indonesia bertambah sekitar 8-9 juta orang tiap tahun. Pada 2020, jumlah MAC di Indonesia diprediksi mencapai 141 juta orang atau sekitar 53 persen total populasi Indonesia.

Demografi yang prospektif ini bisa menjadi salah satu faktor yang mendorong investor ke Indonesia. Sejauh ini, total nilai pendanaan di Indonesia tergolong paling tinggi di Asia Tenggara setelah Singapura. Jumlah perusahaan Indonesia yang telah mendapat pendanaan seri pertama juga meningkat lebih dari 300 persen sejak 2012.

Kategori startup Indonesia Filipina Thailand Malaysia Singapura
Startup kecil (< US $10 juta) 2010 377 348 749 1807
“Little ponies” (>US $10 juta) 16 7 8 7 27
Nexicorn (>US $100 juta) 7 1 2 3 12
Unicorn (>US $1 miliar) 4 0 0 0 4

Dari segi kuantitas, Indonesia saat ini diperkirakan memiliki jumlah startup tertinggi di Asia Tenggara. Meski Singapura masih memiliki jumlah Nexicorn terbanyak, pertumbuhan Indonesia diproyeksikan akan dipercepat oleh faktor-faktor pendukung di atas.

Dengan pertimbangan ini, sangat mungkin bahwa industri startup Indonesia—dari segi kuantitas maupun valuasi—akan menyusul Singapura dalam beberapa tahun ke depan.

(Diedit oleh Iqbal Kurniawan)

This post Prediksi Perkembangan Industri Startup Indonesia setelah 2020 appeared first on Tech in Asia.

The post Prediksi Perkembangan Industri Startup Indonesia setelah 2020 appeared first on Tech in Asia Indonesia.

Source: Inspirasi

Back To Top