skip to Main Content

Tantangan dan Peluang Startup Pendidikan di Indonesia pada Tahun 2018

Di negara dengan penduduk yang banyak seperti Indonesia, pendidikan merupakan sebuah pasar yang cukup menjanjikan. Bayangkan saja, pada tahun ajaran 2016/2017 yang lalu, ada sekitar dua ratus ribu sekolah dari jenjang Sekolah Dasar (SD) hingga Sekolah menengah Atas (SMA) yang beroperasi di tanah air. Sekolah-sekolah tersebut pun mempunyai total siswa yang sangat banyak, mencapai 45 juta orang. Angka tersebut bahkan belum ditambah jumlah mahasiswa di perguruan tinggi yang jumlahnya lebih dari lima juta orang.

Melihat hal tersebut, tak heran bila kemudian ada cukup banyak startup pendidikan (edtech) yang muncul di tanah air. Dan menariknya, model bisnis para startup tersebut pun cukup bervariasi. Berikut ini adalah beberapa di antaranya:

  • Fokus menghadirkan konten edukasi dalam bentuk video, seperti Quipper dan Zenius
  • Fokus ke pendidikan bahasa asing, baik lewat video chat maupun aplikasi mobile, seperti Squline dan Bahaso
  • Menghadirkan platform e-learning, baik yang bisa diakses masyarakat umum maupun pengguna khusus, seperti HarukaEdu, Kelase, dan KelasKita
  • Membantu pengelolaan kegiatan belajar mengajar di sekolah dengan software khusus, seperti yang dilakukan Quintal dan AIMSIS
  • Menghubungkan pengguna dengan guru les atau tempat kursus berkualitas, seperti Sukawu dan PrivatQ

Selain itu, ada juga startup seperti RuangGuru yang justru berusaha menggabungkan berbagai layanan yang telah disebutkan di atas dalam sebuah platform. Mereka saat ini telah mempunyai marketplace untuk guru les yang bernama RuangLes, platform tanya jawab dengan guru secara online bernama RuangLesOnline dan Digital Bootcamp, platform ujian (tryout) online yang disebut RuangUji, hingga kumpulan video dan materi edukasi dalam fitur RuangBelajar.

Bagaimana sebenarnya perkembangan para startup pendidikan tersebut di tahun 2017? Dan bagaimana peluang mereka pada tahun 2018 mendatang? Mari simak ulasannya berikut ini.

Jutaan pelajar telah memanfaatkan layanan dari startup pendidikan tanah air

RuangGuru | Screenshot 3

Dengan berbagai layanan yang mereka miliki, RuangGuru mengaku telah mempunyai enam juta pengguna, dengan siswa SMP dan SMA sebagai pengguna terbanyak. Hal ini tak lepas dari bertambahnya layanan mereka di tahun 2017 kemarin. Sepanjang tahun lalu, mereka telah meluncurkan beberapa platform baru, yaitu Digital Bootcamp, RuangBelajar, dan RuangKelas.

Khusus untuk layanan RuangLes, yang bisa menghubungkan kamu dengan para guru les, RuangGuru mengaku bahwa mereka telah berhasil menggaet sekitar 150 ribu guru les privat.

Adapun Quipper, yang sejauh ini masih fokus menghadirkan konten pendidikan berbentuk video, mereka mengaku telah mempunyai delapan puluh ribu pengguna aktif di tanah air. Di tahun 2018 ini, mereka berharap bisa melipatgandakan jumlah pengguna mereka menjadi tiga ratus ribu orang.

“Kami pun telah meluncurkan layanan baru berupa portal informasi untuk dunia perkuliahan yang bernama Quipper Campus. Ke depannya, kami juga berniat untuk menghadirkan fitur belajar dua arah (seperti dengan chat atau video), tidak seperti sekarang yang hanya satu arah,” jelas Takuya Homma, Country Manager Quipper Indonesia, kepada Tech in Asia Indonesia.

Startup Pendidikan Novistiar Rustandi HarukaEdu

Novistiar Rustandi, CEO HarukaEdu

Sedangkan platform e-learning yang bekerja sama dengan universitas untuk menghadirkan layanan kuliah online seperti HarukaEdu, mereka mengaku telah memberikan layanan kepada sekitar empat ribu mahasiswa. Hal ini berkat terus bertambahnya jumlah institusi pendidikan yang menjadi mitra mereka, yang saat ini telah mencapai sepuluh institusi.

“Di tahun 2018 ini, kami mempunyai target untuk bisa memberikan layanan kepada 20 ribu mahasiswa. Untuk itu, pada akhir Januari 2018 ini kami akan meluncurkan Pintaria Digital Career Accelerator, yang memungkinkan kamu untuk mengetahui segala hal tentang karier yang ingin kamu kejar, seperti keahlian apa yang dibutuhkan, dan program kuliah apa yang dibutuhkan untuk menunjang karier tersebut,” ujar Novistiar Rustandi, CEO HarukaEdu.

Satu lagi startup pendidikan yang juga mengalami pertumbuhan pesat di tanah air adalah Squline, yang kini telah mempunyai lebih dari tiga ribu pengguna berbayar. Mayoritas dari pengguna tersebut adalah para anak muda berusia dua puluh tahunan, yang tinggal di kota besar dan ingin belajar Bahasa Inggris.

“Kami optimis di tahun 2018 nanti kami bisa mendapatkan sepuluh ribu pengguna berbayar, berbekal kerja sama kami dengan Universitas Atma Jaya dan aplikasi mobile yang tengah kami kembangkan. Kami pun akan meluncurkan fitur-fitur baru seperti Group Video Class dan Group Messaging di aplikasi mobile tersebut,” tutur Tomy Yunus, CEO dari Squline.

Masih banyak orang tua yang lebih memilih metode pendidikan offline

Startup Pendidikan | Takuya Homma Quipper

Takuya Homma, Country Manager Quipper Indonesia

Saat ini, setidaknya ada tiga tantangan besar yang dihadapi oleh para startup edukasi tanah air. Yang pertama adalah keengganan siswa dan orang tua untuk memanfaatkan teknologi online untuk belajar. Banyak dari mereka yang masih lebih memilih untuk mengikuti kursus atau les secara offline.

“Karena itu, di tahun 2018 ini Quipper ingin lebih banyak berkomunikasi dengan mereka. Kami akan melakukannya dengan berbagai cara, seperti dengan beriklan di media sosial, YouTube, dan televisi, hingga datang langsung ke sekolah,” ujar Homma.

Tantangan kedua adalah sulitnya meyakinkan mitra, seperti perguruan tinggi, untuk bekerja sama dengan para startup pendidikan. “Untuk masalah itu, kami berusaha lebih sabar dalam memberikan penjelasan, dan harus menggunakan banyak data. Contohnya dengan menunjukkan berapa tingkat kepuasan mahasiswa dengan sistem belajar online ini,” jelas Novistiar.

Selain itu, banyak masyarakat Indonesia yang kini masih sulit untuk mendapatkan akses internet cepat, terutama di daerah-daerah terpencil. Hal ini pun menyulitkan mereka untuk mengakses layanan para startup pendidikan tersebut. Semoga saja masalah ini bisa teratasi setelah proyek pemasangan jaringan internet Palapa Ring buah gagasan Kominfo telah terealisasi.

Belum akan terpengaruh dengan teknologi baru seperti blockchain

Quintal-Sekolah-Indonesia-Ilustrasi

Menurut Homma, sektor startup pendidikan di tanah air masih akan terus berkembang pada tahun 2018 ini. Dan konten edukasi berupa video, seperti yang dibuat oleh Quipper, merupakan hal yang akan banyak dicari oleh siswa. Ia pun merujuk pada popularitas Zenius, pesaing dari Quipper, yang juga telah mempunyai banyak pengguna di Indonesia maupun di negara lain.

“Saya sangat terkesan ketika saya berkunjung ke Cina. Di sana ada banyak sekali startup edukasi. Yang paling menarik bagi saya adalah sebuah aplikasi mobile yang bisa mendengarkan cara kita mengucapkan bahasa asing dengan voice recognition, kemudian mengoreksinya secara otomatis,” ujar Homma.

Homma pun menyoroti pentingya teknologi baru seperti kecerdasan buatan yang bisa mendeteksi pelajaran seperti apa yang belum dimengerti oleh pengguna. Dengan begitu, penyedia layanan bisa menghadirkan konten yang memang cocok dengan setiap pengguna. Personalize Learning menurutnya akan menjadi sesuatu yang populer dalam beberapa tahun ke depan.

Namun untuk teknologi lain seperti blockchain, para startup pendidikan mengaku hal tersebut belum akan mempengaruhi dunia pendidikan dalam waktu dekat. “Menurut saya, kebutuhan dunia pendidikan di Indonesia masih sangat mendasar,” ujar Novistiar.

Startup Pendidikan Tomy Yunus Squline

Tomy Yunus, CEO Squline (kedua dari kanan)

Hal ini pun diamini oleh Tomy. Menurutnya, di tahun 2018 ini startup pendidikan di Indonesia masih akan fokus pada digitalisasi konten, mengubah metode belajar tradisional seperti buku cetak dan kelas offline menjadi menggunakan media digital yang bisa diakses secara online.

“Kita bisa melihat perkembangan video streaming di tahun 2017 lewat Facebook Live, Instagram Live, hingga Bigo Live. Menurut saya, pembuatan konten edukasi dengan video streaming ini akan sangat diminati di tahun 2018,” tutur Tomy.

Melihat dunia startup pendidikan yang semakin ramai di Indonesia, Homma pun mengingatkan para founder pemula untuk berusaha lebih keras dalam menggali permasalahan yang dirasakan pengguna.

“Menemukan ide itu gampang. Namun setelah itu, seorang founder seharusnya juga berbicara langsung dengan para siswa, orang tua, dan guru, untuk mengetahui apa sebenarnya masalah yang mereka rasakan. Siapa yang melakukan itu dengan baik, maka ia akan menjadi founder startup yang sukses,” pungkas Homma.

(Diedit oleh Pradipta Nugrahanto)

This post Tantangan dan Peluang Startup Pendidikan di Indonesia pada Tahun 2018 appeared first on Tech in Asia.

The post Tantangan dan Peluang Startup Pendidikan di Indonesia pada Tahun 2018 appeared first on Tech in Asia Indonesia.

Source: Inspirasi

Back To Top