Pro Kontra Terkait 3 Rancangan Aturan Baru OJK untuk Startup P2P Lending Indonesia
Ikhtisar
- Tiga rancangan aturan baru OJK ini meliputi pembatasan waktu penyimpanan dana di rekening escrow, penggunaan layanan credit scoring pihak ketiga, dan peraturan Anti Pencucian Uang (APU) dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (PPT).
Pada akhir tahun 2016 yang lalu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah merilis Peraturan OJK (POJK) Nomor 77 Tahun 2016 yang mengatur legalitas layanan peer to peer (P2P) lending di tanah air. Aturan tersebut pun menjadi dasar hukum bagi OJK untuk memberikan status Terdaftar bagi puluhan startup P2P lending yang beroperasi di Indonesia.
Namun aturan tersebut sebenarnya masih merupakan penjelasan umum, yang perlu dijabarkan lebih rinci lagi dengan beberapa aturan tambahan. Itulah mengapa OJK saat ini tengah menyusun dua buah Surat Edaran yang nantinya akan mengatur proses penyelenggaraan P2P lending, serta proses pendaftaran untuk startup P2P lending, dengan lebih jelas.
Pada tanggal 22 November 2017 yang lalu, OJK pun mengundang berbagai pihak untuk memberikan pendapat terhadap rancangan Surat Edaran tersebut. Berikut ini adalah beberapa hal dalam rancangan Surat Edaran tersebut yang menjadi perhatian OJK dan para pemain P2P lending Indonesia.
Waktu penyimpanan dana di Escrow Account akan dibatasi
Apabila kamu ingin menginvestasikan uang di sebuah layanan P2P lending, maka kamu harus menyimpan sejumlah dana terlebih dahulu. Menurut Peraturan OJK, dana tersebut tidak boleh disimpan di rekening biasa, melainkan harus diletakkan di Escrow Account milik salah satu bank.
Hal ini dilakukan agar sang penyelenggara layanan P2P lending tidak bisa mengambil dana tersebut tanpa izin, atau menggunakannya untuk tujuan lain.
Selama ini, dana yang diletakkan di Escrow Account itu bisa disimpan dengan jangka waktu yang tidak terbatas, persis seperti uang yang kamu simpan di layanan e-money seperti GO-PAY dan Doku Wallet. Namun dalam rancangan Surat Edaran ini, OJK berniat untuk membatasi jangka waktu penyimpanan dana di Escrow Account menjadi hanya tujuh hari. Lebih dari itu, maka dana tersebut harus dikembalikan kepada pengguna.
Ada dua alasan mengapa OJK membatasi waktu tersebut:
- Agar layanan P2P lending tidak terkesan mengumpulkan dana masyarakat dan menyerupai bank.
- Mencegah penggunaan layanan P2P lending sebagai sarana untuk pencucian uang.
Aturan ini pun mendapat protes dari para pemain P2P lending Indonesia. Menurut mereka, hal ini berpotensi menyulitkan para investor yang sebenarnya sengaja menyimpan dana di Escrow Account tersebut karena tengah menunggu adanya investasi yang tepat untuk mereka.
Namun para pemain P2P lending yang hadir di rapat tersebut memahami kekhawatiran OJK, dan memberi masukan untuk memperpanjang batasan waktu tersebut menjadi enam puluh hari.
Keharusan menggunakan layanan credit scoring pihak ketiga
Untuk menentukan tingkat kelayakan seorang calon peminjam, penyelenggara P2P lending harus menggunakan metode credit scoring. Mereka bisa membuat sendiri metode penilaian kredit tersebut, atau memanfaatkan jasa pihak ketiga.
Namun dalam rancangan Surat Edaran terbaru ini, OJK mewajibkan seluruh startup P2P lending Indonesia untuk menggunakan layanan credit scoring pihak ketiga. Hal ini mereka lakukan demi membuat standar, dan mencegah adanya startup P2P lending yang menetapkan credit scoring secara sembarangan.
Hal ini pun ditentang oleh para startup P2P lending Indonesia. Selain tidak terlalu mempercayai hasil credit scoring dari pihak ketiga, keharusan ini pun dianggap bisa menyulitkan bagi para startup P2P lending baru. Mereka pun menyarankan OJK untuk tetap mengizinkan para startup untuk membuat metode credit scoring sendiri.
Lebih lanjut terkait hal ini, OJK menyatakan bahwa mereka akan membuat aturan lebih rinci terkait credit scoring, prinsip mengenal pengguna secara digital (E-KYC), dan tanda tangan digital, pada tahun 2018 mendatang.
Persiapan menyambut penerapan aturan APU dan PPT
Dalam rancangan Surat Edaran terbaru ini, OJK pun mencantumkan keharusan bagi startup P2P lending untuk menaati peraturan Anti Pencucian Uang (APU) dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (PPT). Aturan tersebut memang baru akan diterapkan pada bulan Maret 2021, namun OJK menyarankan para startup untuk menyiapkannya sejak sekarang.
Di antara beberapa hal yang harus disiapkan adalah pembagian tugas yang jelas antara Komisaris dan Direksi, serta pernyataan bahwa setoran modal mereka tidak berasal dari kegiatan pencucian uang dan kejahatan keuangan lainnya.
(Diedit oleh Septa Mellina)
The post Pro Kontra Terkait 3 Rancangan Aturan Baru OJK untuk Startup P2P Lending Indonesia appeared first on Tech in Asia Indonesia.
Source: Inspirasi