3 Metrik Penting untuk Mengevaluasi Startup SaaS Tahap Awal
Tahun 2018 akan menjadi salah satu momen terbesar bagi perusahaan modal ventura, dengan total dana investasi mencapai lebih dari US$84 miliar (sekitar Rp1,2 kuadriliun), serta masih menyisakan satu kuartal lagi hingga tahun berakhir. Berita-berita tentang putaran pendanaan yang mencapai US$100 juta (Rp1,5 triliun) juga makin sering terdengar.
Meski begitu, data yang ada mengindikasikan bahwa sebagian besar penggalangan dana oleh startup tahap awal pada tahun ini akan berakhir dengan kegagalan. Sebagian lainnya akan melakukan pivot demi bisa bertahan, serta berharap bisa meraih kesuksesan.
Kondisi ini menimbulkan pertanyaan:
Apa yang sebenarnya dilihat investor dan pemberi dana ketika mengevaluasi perusahaan untuk diberikan investasi?
Artikel ini bertujuan memberikan gambaran simpel tentang bagaimana mengevaluasi startup software as a service (SaaS) tahap awal. Sejumlah asumsi dalam tulisan ini, antara lain perusahaan yang dimaksud sudah memiliki banyak aspek unggul (tim, teknologi, investor, peluang pasar, dan lainnya).
Dengan mempertimbangkan asumsi dasar ini, berikut adalah tiga metrik penting yang perlu diperhatikan para startup SaaS tahap awal sepanjang siklus perusahaan masing-masing.
Pertumbuhan (tahap awal/Seri A)
Jika startup tumbuh dengan cepat, artinya perusahaan tersebut memberikan solusi nyata terhadap suatu masalah di masyarakat. Atau setidaknya, startup tersebut mengisi suatu celah di pasar yang membuat para konsumen menggunakan produknya.
Definisi dari “pertumbuhan cepat” bergantung pada tahapan siklus suatu perusahaan. Tapi untuk startup dalam tahap awal (atau Seri A), tingkat pertumbuhan seratus persen per tahun tampak cukup solid.
Pemodal ventura terkenal dan pencetus program akselerator Y Combinator Paul Graham, mendorong startup yang tergabung program buatannya agar memiliki tingkat pertumbuhan 5-7 persen per minggu. Alasannya cukup sederhana:
“Perusahaan yang tumbuh 1 persen per minggu akan berkembang 1,7 kali lipat dalam setahun. Sedangkan perusahaan yang tumbuh 5 persen per minggu akan berkembang 12,6 kali lipat.”
Dengan mempertimbangkan efek-efek lain selama pertumbuhan ini, perusahaan dengan penghasilan US$1.000 (Rp15 juta) per bulan dengan tingkat pertumbuhan satu persen per minggu akan memiliki penghasilan US$7.900 (Rp120 juta) per bulan dalam empat tahun ke depan. Sedangkan perusahaan dengan tingkat pertumbuhan lima persen per minggu bisa meraup penghasilan lebih dari US$25 juta (Rp380 miliar) per bulan dalam periode yang sama.
Seperti yang disebutkan Graham, fokus pada pertumbuhan sebagai metrik utama menjaga perusahaan tetap gesit untuk menyesuaikan diri mengikuti kebutuhan konsumen. Alasan inilah mengapa YouTube berevolusi dari sebuah situs kencan, atau bagaimana Instagram dulu bermula sebagai kompetitor Foursquare.
Churn (Seri A/B)
Bila startup kamu tumbuh dengan pesat tapi selalu kehilangan konsumen (churn), contohnya konsumen yang tidak lanjut berlangganan, hal ini berarti startup kamu melayani suatu kebutuhan yang benar-benar ada, tapi produk milikmu tidak sesuai keinginan konsumen. Atau, lebih simpelnya, pasar dan produk (product-market fit) milikmu tidak cocok.
Ada beberapa cara mengukur tingkat kehilangan (churn rate). tiga metrik utama yang biasa dipakai antara lain konsumen, penghasilan dan netto.
Customer churn
Metrik ini mengukur jumlah orang atau perusahaan yang telah berlangganan atau menggunakan produk, tapi kemudian berhenti jadi pelanggan. Rumusnya:
Churn rate = jumlah pelanggan yang berhenti / jumlah total pelanggan
Customer churn adalah metrik penting, tapi juga bisa menyesatkan karena bisa jadi para pelanggan itu datang berkat promosi gratis mencoba produk selama periode tertentu, atau strategi pemasaran yang berusaha menjangkau calon pelanggan seluas mungkin. Dengan demikian, churn rate yang tinggi lumrah terjadi ketika kamu sedang menebar jaring seluas-luasnya.
Revenue churn
Berkaitan erat (dengan customer churn). Metrik ini mempertimbangkan persentase para konsumen premium (membayar atas penggunaan produk) yang berhenti berlangganan selama suatu periode.
Kamu tak perlu memusingkan metrik ini bila konsumen yang hilang adalah orang-orang yang hanya mencoba produkmu dalam masa percobaan gratis. Sebaliknya, kamu perlu memperhatikan revenue churn bila tengah berusaha menjaga basis pelanggan berbayar yang kamu punya.
Net churn
Cara terbaik untuk mengukur tingkat kehilangan adalah net churn dengan menghitung jumlah pelanggan yang melakukan pembayaran, atau memperbarui kontrak langganannya dengan mengambil paket lebih mahal. Terkadang lebih baik jadi yang utama untuk seseorang, daripada hanya jadi sesuatu untuk semua orang.
Mengidentifikasi para pelanggan inti dan fokus kepada mereka akan membantu kamu menetapkan tujuan, prioritas, serta menjadi unik di pasar.
Laba kotor (Seri B dan setelahnya)
OK, jadi perusahaan sedang tumbuh dengan pesat dan punya tingkat churn negatif. Masa depannya cerah, kan? Mungkin.
Dalam dunia bisnis software perusahaan, ekspektasi untuk para startup dalam tahap Seri A dan B adalah mereka akan terus “membakar uang” demi mengembangkan pangsa pasar. Tapi suatu saat, model bisnis dan laba akan jadi aspek yang lebih penting, hingga pada akhirnya para investor dan pemberi dana menginginkan imbalan atas investasi masing-masing.
Coba lihat Uber, yang telah menggalang dana mendekati US$18 miliar (Rp274 triliun) dan memiliki valuasi senilai lebih dari US$72 miliar (Rp1 kuadriliun).
Pada kuartal kedua 2018, Uber telah merugi US$900 juta (Rp13 triliun) untuk menyubsidi operasional dan peluncuran layanannya di negara-negara baru. Namun, perusahaan transportasi itu tampaknya mampu meraup keuntungan di negara-negara maju, jadi para investor percaya bahwa mereka bisa meraih laba bersih di kemudian hari.
Hal sama juga bisa dicermati pada WeWork dan “community adjusted EBITDA” yang dianutnya. Untuk mengaitkan hal ini dengan poin pertama tentang pertumbuhan, beberapa investor menerapkan “Aturan 40” sebagai alat pengukur kesehatan dan kelayakan suatu startup SaaS dengan menambahkan aspek tingkat pertumbuhan serta laba kotor.
Jadi, sebagai contoh, suatu startup memiliki tingkat pertumbuhan seratus persen dengan laba -enam puluh persen (merugi) akan menghasilkan empat puluh persen. Sama seperti perusahaan yang punya tingkat pertumbuhan dua puluh persen dengan laba dua puluh persen.
Ide utama dari metode ini adalah perusahaan yang memiliki skor sama atau lebih tinggi dari empat puluh persen layak mendapatkan investasi. Gagasan ini juga tampaknya sejalan dengan fenomena IPO yang dilakukan oleh sejumlah startup SaaS.
Pendanaan dari saham dan utang
Pada titik ini, cukup penting untuk mencermati sejumlah metrik di atas dari kacamata founder yang hendak menggalang dana dengan mengeluarkan saham vs menerbitkan surat utang.
Meski metrik di atas penting untuk mengevaluasi tiap tahap, tapi masing-masing metode pendanaan ini punya perbedaan. Evaluasi pembiayaan dari utang bagi startup tahap awal cenderung menilai perusahaan dari kemampuannya melakukan penggalangan dana di masa depan. Hal ini karena sesuai perilaku kebanyakan startup tahap awal yang masih “membakar uang” sembari membangun nilai perusahaan (dalam aspek produk, tim, serta pangsa pasar).
Salah satu asumsi dasar yang dipakai pemberi dana adalah: apabila perusahaan terus tumbuh dengan tingkat X persen, maka investor akan lebih tertarik untuk menyuntikkan modal di kemudian hari, yang pada akhirnya akan meningkatkan kemungkinan penerima pinjaman mengembalikan utangnya.
Banyak startup memilih menggalang dana dengan menawarkan saham demi melanjutkan pertumbuhannya. Dan apabila modal tersebut habis, mereka harus kembali pada fokus “tumbuh secepat mungkin” atau “menekan pengeluaran sekecil mungkin” demi membuat arus kas menjadi positif sebelum kehabisan uang.
Hal ini juga jadi salah satu alasan mengapa perencanaan keuangan sangat penting bagi semua startup. Prinsip dasar yang terus relevan hingga saat ini menyatakan bahwa saat terbaik untuk menggalang dana adalah ketika kamu tidak memerlukannya.
- Tapi bagi para startup yang mampu tumbuh dengan pesat,
- Menunjukkan product-market fit yang solid sembari meminimalkan churn, dan
- Memperlihatkan jalan menuju laba lewat model bisnis dan laba yang sehat.
Maka mereka telah melakukan sebagian besar hal yang perlu dikerjakan untuk meraih kesuksesan.
(Artikel ini pertama kali dipublikasikan dalam bahasa Inggris. Isi di dalamnya telah diterjemahkan dan dimodifikasi oleh Iqbal Kurniawan sesuai dengan standar editorial Tech in Asia Indonesia. Diedit oleh Pradipta Nugrahanto)
This post 3 Metrik Penting untuk Mengevaluasi Startup SaaS Tahap Awal appeared first on Tech in Asia.
The post 3 Metrik Penting untuk Mengevaluasi Startup SaaS Tahap Awal appeared first on Tech in Asia Indonesia.
Source: Inspirasi