Cara Menyusun Proyeksi Keuangan yang Layak Ditunjukkan pada Calon Investor
Apa kamu pernah berpikir untuk menggalang investasi dari perusahaan modal ventura (VC)? Ketika melakukan itu, kamu butuh perencanaan dan proyeksi kondisi keuangan untuk bantu membuktikan bahwa ide milikmu dapat berkembang. Proyeksi keuangan itu kemungkinan bakal menjadi salah satu slide presentasi untuk investor yang akan kamu kirim ke VC potensial.
Ironisnya, sudah jadi rahasia umum bahwa VC menganggap ramalan kondisi keuangan itu tak akan banyak berarti.
Terkadang, angka-angka yang kita ajukan bahkan benar-benar menggelikan. Jadi bagaimana startup pada tahap awal dapat sukses menyelesaikan tahapan ini?
Apa yang sebaiknya tidak kamu lakukan
Di antara sekitar lebih dari seratus startup yang saya beri nasihat tentang proyeksi penjualan, saya melihat mereka kerap membuat kesalahan sama ketika mengajukan proyeksi pertama.
Jangan gunakan pendekatan top-down. Metode top-down dibuat dengan mengambil angka pangsa pasar yang diketahui saat ini, lalu membuat asumsi persentase porsi pasar yang akan diambil oleh perusahaan, kemudian mengalikannya dengan perkiraan laju perkembangan usaha seiring dengan berjalannya waktu. Voila! Proyeksi penjualan selesai!
Berikut contohnya:
Ada banyak variasi dari pendekatan ini, dan kebanyakan tim menambahkan sejumlah besar detail angka untuk meningkatkan angka penetrasi pasar secara besar-besaran.
Alasan pembenaran yang biasanya para startup ajukan ketika memutuskan menggunakan metode ini adalah:
- Menggunakan data primer dari suatu riset untuk membuat asumsi tentang keinginan membeli: Seorang founder bertanya pada sepuluh pemilik pabrik apakah mereka akan tertarik membeli robot industri terbaru. Lima diantaranya mengatakan ya. Pernyataan ini kemudian diasumsikan sebagai besarnya tingkat penetrasi yang mencapai lima puluh persen.
- Menggunakan data segmentasi pasar untuk membenarkan persentase proyeksi: Dua puluh persen pasar untuk suatu produk elektronik adalah pria berusia muda. Demografi ini menjadi target dari produk tersebut, jadi tidak aneh kiranya, jika dalam lima tahun, diperkirakan penetrasi pasar akan mencapai 25 persen.
- Menggunakan tingkat penetrasi “kompetitor”: Ketika produk atau layanan dari sebuah perusahaan besar pertama kali diluncurkan, mereka mendapat 1 persen pasar, dan angka tersebut tumbuh menjadi 10 persen dalam 5 tahun. Startup berencana untuk mengikuti langkah yang sama.
Masalah ini sangat umum terjadi di startup, karena kebanyakan ingin menyelesaikan permasalahan besar berkaitan dengan ukuran pasar yang juga besar.
Misalnya, pasar headphone di Amerika Serikat diproyeksikan menjadi US$4 miliar (sekitar Rp56 triliun) pada tahun 2018. Jika suatu startup mengasumsikan bisa melakukan penetrasi pasar sebesar 1 persen pada tahun pertama mereka berjualan, berdasarkan metode di atas, maka ini berarti proyeksi angka penjualan mereka mencapai US$40 juta (sekitar Rp564 miliar).
Katakanlah suatu tim menghitung kembali proyeksi ini dan setuju bahwa angka tersebut terlalu tinggi, sehingga mereka tanpa pikir panjang menurunkan estimasi penetrasi pasar jadi sebesar 0,1 persen pada tahun pertama.
Sekarang, kita mendapat angka US$4 juta (sekitar Rp56 miliar) dari hasil perkiraan yang tidak logis. Menerapkan angka laju pertumbuhan pada estimasi penjualan yang tak logis itu malah semakin menambah masalah.
Ada pula kondisi di mana data angka pangsa pasar yang telah tersedia secara umum sangat berharga. Tempat favorit saya memosisikan data seperti ini adalah dengan meletakkannya di awal ketika startup melakukan pitching (lihat contohnya di slide #3 berikut).
Penempatan data seperti ini cocok menggambarkan ukuran pasar, tapi bukan untuk memperkirakan pendapatan. Ini dapat menjadi cara terbaik untuk menunjukkan proyeksi keuntunganmu kepada investor, dan tidak ada yang salah dengan itu!
Berikut adalah contoh slide yang menunjukkan ukuran pasar yang besar:
Apa yang sebaiknya kamu lakukan
Kini kamu tahu apa yang sebaiknya tidak kamu lakukan. Jadi bagaimana cara terbaik dalam membuat proyeksi laba?
Cara terbaik adalah dengan menggunakan metode bottom-up berdasarkan pelanggan aktual dan perhitungan kasar.
Seiring berjalannya waktu, proyeksi ini harus tumbuh bersamaan dengan rangkaian pendanaan, seperti pendanaan awal, seri A, dan lainnya. Berikut contoh sederhana mengenai proyeksi pelanggan dari tim hardware:
Manfaat dari metode ini yaitu memungkinkan kamu menggabungkan minat awal dari para pelanggan potensial (pada contoh ini berupa percakapan pada event Consumer Electronic Show tentang potensi tahun pertama penjualan Amazon). Dari sana, angka perhitungan kasar yang masuk akal bisa digunakan untuk menunjukkan pertumbuhan tiap kategori pelanggan.
Berikut yang dilakukan startup pada contoh di atas:
- Mengecek data publik tentang toko retail di Amerika Serikat,
- Menanyakan pada startup lain kira-kira berapa angka yang menurut mereka logis dari penjualan masing-masing toko, lalu
- Meningkatkan penjualan berdasarkan ekspansi ke toko ritel baru tiap tahun.
Berikut contoh simpel dari sebuah startup robotik:
Fokusnya adalah membuat proyeksi berdasarkan potensi saluran penjualan aktual, dan berekspansi berdasarkan perekrutan dan pengembangan produk. Dua contoh di atas adalah untuk produk fisik, tetapi metodologi yang sama dapat digunakan untuk sebagian besar produk baru, dari platform SaaS hingga aplikasi kencan.
Gunakan data pelanggan aktual dan kembangkan dengan metrik yang kamu anggap terbaik. Satu-satunya pengecualian bagi metode ini yang saya sadari adalah pasar farmasi, di mana obat baru sering kali dengan cepat menguasai pasar yang sudah ada karena faktor eksternal, seperti pertanggungan asuransi kesehatan dan potensi tuntutan hukum.
Berikut adalah slide dari suatu tim yang menggunakan metode bottom-up yang dikombinasikan dengan target rangkaian pendanaan:
Jika kamu adalah seorang founder startup, kamu mungkin saja berpikir, Saya belum punya pelanggan. Bagaimana saya bisa tahu cara memperkirakan nilai bisnis potensial?
Tidak masalah! Ini berarti saat yang tepat untuk menggunakan sistem Customer Relationship Management (CRM) dan menyampaikan ide kamu kepada pelanggan. Mulailah dari jejaring pertemanan kamu, hadiri pameran dagang, lakukan kampanye penggalangan dana. Lakukan apa pun yang dapat menghasilkan traksi.
Sistem CRM akan memaksa kamu untuk secara manual mempertimbangkan nilai potensial dari setiap lini bisnis, tidak peduli seberapa sederhana pertemuan itu. CRM yang baik (seperti Salesforce atau Pipedrive) akan menambah kemungkinan keberhasilan berdasarkan kemajuan yang kamu alami (misalnya menjangkau partner bisnis, melakukan pitching, mengirimkan kontrak, negosiasi, dan lainnya).
Hasilnya akan berbentuk estimasi real-time tentang penjualan potensial yang dapat kamu jelaskan dengan mudah di depan investor, karena hal ini berdasarkan percakapan aktual. Di Hax, kami mengharuskan tim untuk menjalankan sistem CRM terlebih dahulu sebelum menjaring pelanggan potensial.
Pada akhirnya, para investor tahu bahwa proyeksi finansial kamu tidak tepat. Jadi, jangan terlalu khawatir. Tugas kamu adalah memastikan tidak ada momen di mana slide presentasi kamu ditertawakan oleh investor selama proses pitching.
Jika proyeksi yang kamu buat berdasarkan pada penjualan dengan cara mendapatkan pelanggan-pelanggan utama, maka makin kecil kemungkinan investor menolak permintaan kamu.
(Artikel ini pertama kali dipublikasikan dalam bahasa Inggris. Isi di dalamnya telah diterjemahkan dan dimodifikasi oleh Fairuz Rana Ulfah sesuai dengan standar editorial Tech in Asia Indonesia. Diedit oleh Iqbal Kurniawan)
This post Cara Menyusun Proyeksi Keuangan yang Layak Ditunjukkan pada Calon Investor appeared first on Tech in Asia.
The post Cara Menyusun Proyeksi Keuangan yang Layak Ditunjukkan pada Calon Investor appeared first on Tech in Asia Indonesia.
Source: Inspirasi