Hasil Riset IDC: Masa Depan Manusia Tak Bisa Lepas dari AI
Pada tahun 2022, lebih dari 65 persen Produk Domestik Bruto (PDB) di Asia Pasifik akan bertansformasi ke bentuk digital, sehingga mendorong pembelanjaan di bidang TI sebesar US$2,3 triliun (sekitar Rp33,7 kuadriliun). Hal ini tercantum dalam Laporan IDC yang dirilis pada awal tahun 2018 berjudul IDC FutureScape: Worldwide Digital Transformation 2018 Predictions–Asia Pacific (Excluding Japan) Implications.
Saat ini, kita hidup di dunia yang tak bisa lepas dari jaringan seluler, di mana orang-orang menggunakan smartphone sebagai perangkat yang dapat menjadi solusi bagi semua kebutuhan. Kasus ini terutama berlaku bagi generasi milenial, yang akan menjadi sebagian besar tenaga kerja pada tahun 2020.
Selain itu, perkembangan teknologi seperti kecerdasan buatan (AI), cognitive interfaces, augmented reality (AR), virtual reality (VR), serta kemudahan menggunakan teknologi juga akan mengaburkan batasan antara dunia fisik dengan digital.
IDC memprediksi bahwa pada tahun 2021, teknologi 3D (sosial, seluler, analitik, dan komputasi awan) serta akselerator inovasi (AI, AR, VR, IoT, print 3D, robot, dan drone) adalah bidang-bidang yang akan menyumbang sekitar 89 persen dari total belanja TI di Asia Pasifik.
Dengan demikian, banyak organisasi sudah mulai menjalankan atau merencanakan inisiatif untuk membekali para pekerjanya dengan kemampuan digital yang diperlukan di masa depan.
Namun, organisasi dan pemerintah perlu mempertimbangkan perubahan ini secara menyeluruh. Beberapa pertanyan yang perlu diperhatikan, terutama dengan munculnya AI, adalah:
- Bagaimana organisasi menghadapi robot?
- Apakah mereka akan menggunakan kriteria serupa dengan manusia dalam mengevaluasi performa robot?
- Apakah mereka akan menyediakan pelatihan terkait budaya kerja dan organisasi kepada robot?
- Bagaimana mengukur tingkat kesuksesan?
- Bagaimana komposisi optimal antara manusia dengan robot di ranah sosial dan perusahaan?
- Apakah robot juga harus membayar pajak?
- Siapa yang akan memonitor pekerjaan robot?
- Siapa yang akan bertanggung jawab ketika robot melakukan kesalahan?
Tentu saja tidak akan ada satu pendekatan sempurna, dan setiap negara serta sektor industri akan memberikan respons berbeda-beda. Semua faktor tersebut ditambah dengan angka pekerja dari generasi milenial akan mengubah konsep cara bekerja secara mendasar.
Prediksi untuk bidang tenaga kerja
Pada survei kondisi kerja di masa depan yang kami publikasikan di awal 2018, kami telah mewawancarai lebih dari 1.400 pembuat keputusan di bidang bisnis dan IT.
Lebih dari 45 persen para pemimpin di bidang bisnis menyadari urgensi untuk melakukan perubahan di ruang kerja, budaya kerja, dan penggunaan teknologi.
Masa depan akan terdiri dari kombinasi antara manusia dengan AI.
Pada prediksi transformasi digital yang akan terjadi pada tahun 2019 dan setelahnya, kami mengeksplor faktor-faktor utama yang akan memengaruhi tenaga kerja di masa depan. Berikut adalah prediksi penting kami:
- Pada tahun 2019, 25 persen perkembangan TI dan proses operasionalnya akan berjalan secara otomatis, sehingga menghasilkan 15 persen keuntungan terkait produktivitas TI. Hal ini juga akan mendorong pendefinisian ulang kemampuan di bidang TI dan cara mengelola pekerja digital.
- Pada tahun 2022, 35 persen bisnis akan menggantikan key performance indicator (KPI) tradisional dengan key behavioral Indicators (KBI) untuk mengukur kolaborasi, komunikasi, kemampuan memecahkan masalah, penyelesaian kerja, dan target lainnya.
- Pada tahun 2023, 40 persen pekerja akan menggunakan platform pekerja lepas dan marketplace talent untuk menawarkan layanan dan kemampuan digital mereka, yang secara fundamental akan mengubah kebijakan, proses, dan cara perekrutan di bidang HR.
- Pada tahun 2024, 50 persen pekerjaan yang sifatnya terstruktur dan berulang akan dijalankan secara otomatis, dan sekitar 20 persen pekerja di bidang yang membutuhkan pemahaman mendalam akan menggunakan perangkat lunak berbasis AI atau teknologi digital lainnya sebagai rekan kerja mereka.
Sekarang, AI bertugas melengkapi kemampuan manusia, seperti membantu kita menyelesaikan masalah yang kompleks di bidang kedokteran, penelitian, perubahan iklim, eksplorasi ruang angkasa, dan lainnya. Namun, keberadaan mereka juga menciptakan ketakutan bahwa manusia akan kehilangan pekerjaan serta memiliki dampak yang sangat luas di bidang bisnis dan masyarakat.
Coba lihat proses automasi dalam bisnis perusahaan outsourcing, pelayanan finansial dengan menggunakan robot penasihat, dan robot di pabrik serta bidang pelayanan. Ini bukanlah konsep teoretis semata.
Saat ini, terdapat lebih dari 100.000 robot di berbagai platform pengiriman pesan, dan perusahaan juga telah mempekerjakan ribuan robot di berbagai bidang berbeda.
Jadi, apa maksud dari semua ini? Apakah ini berarti kabar buruk bagi pekerja manusia? Jawabannya adalah: tidak.
Teknologi baru menciptakan pekerjaan yang sebelumnya belum pernah ada, seperti pilot drone, pencipta konten AR/VR, gamer profesional, data scientist, developer aplikasi, dan crypto miner, adalah beberapa contohnya. Perhatikan juga daftar pekerjaan yang terus bertambah—baik secara langsung maupun tidak—karena perangkat pintar yang semakin lazim kita temui dalam kehidupan sehari-hari.
Ekonomi digital juga terus meningkat, menghasilkan ribuan pekerjaan baru setiap harinya di berbagai sektor industri seperi e-commerce, logistik, pembayaran, periklanan, hiburan, pembuatan konten, dan pengembangan aplikasi.
Menggunakan perspektif baru
IDC menyebut perubahan di bidang area kerja, tenaga kerja, dan budaya kerja sebagai “transformasi kerja masa depan.”
Ini adalah strategi holistik yang bertujuan untuk memanfaatkan teknologi digital serta sikap dan perilakunya untuk menemukan kembali cara bisnis berinteraksi dengan karyawan, partner, dan pelanggan.
Hal ini akan mendorong peningkatan efisiensi dan memberikan pengalaman terbaik (daripada hanya pelayanan dan produk) pada pelanggan serta menghasilkan iklim kompetitif secara berkelanjutan.
Kita mungkin saja tidak mempunyai semua jawaban, tapi memasuki era industri 4.0, kita membutuhkan pemikiran segar lintas bidang baik di ranah kebijakan, praktik, maupun hukum.
IDC memantau dengan seksama perkembangan masa depan dunia kerja, menganalisis berbagai kasus bisnis dan model monetisasi di Asia Pasifik. Rincian lebih lanjut akan dipublikasikan di laporan IDC Future of Work. Jika kamu mempunyai pertanyaan, jangan ragu untuk memberi komentar.
(Artikel ini pertama kali dipublikasikan dalam bahasa Inggris. Isi di dalamnya telah diterjemahkan dan dimodifikasi oleh Fairuz Rana Ulfah sesuai dengan standar editorial Tech in Asia Indonesia. Diedit oleh Iqbal Kurniawan)
This post Hasil Riset IDC: Masa Depan Manusia Tak Bisa Lepas dari AI appeared first on Tech in Asia.
The post Hasil Riset IDC: Masa Depan Manusia Tak Bisa Lepas dari AI appeared first on Tech in Asia Indonesia.
Source: Inspirasi