Kisah Tim Developer di Balik Kesuksesan GO-JEK yang Tumbuh 900 Kali Lipat dalam 18 Bulan
Ikhtisar
- Meledaknya jumlah pengguna GO-JEK di awal hadirnya aplikasi tidak berhasil diantisipasi oleh tim yang ada.
- Sequoia Capital yang merupakan investor GO-JEK menghubungkan mereka dengan startup asal Bangalore C42 Engineering dengan Sidu Ponnapa sebagai Founder layanan tersebut (kini menjadi Head of Engineering GO-JEK).
- Pengaplikasian harga lebih tinggi pada jam sibuk merupakan salah satu upaya GO-JEK untuk menekan jumlah pengguna.
- Ketimbang terus menambah jumlah engineer, GO-JEK memilih langkah automasi sistem yang mereka bangun.
Saat meluncurkan aplikasi mobile untuk pertama kalinya pada awal Januari 2015, layanan transportasi online GO-JEK hanya melayani sekitar 500 pesanan setiap harinya. Namun 18 bulan kemudian, tepatnya pada bulan Juni 2016, angka tersebut berhasil naik 900 kali lipat melewati angka 450 ribu perjalanan per hari. Secara total, aplikasi GO-JEK menerima lebih dari 20 juta booking sepanjang bulan tersebut.
Tak lama setelah itu, GO-JEK pun menerima pendanaan sebesar US$550 juta (sekitar Rp7,4 triliun), yang membawa mereka akhirnya menjadi startup unicorn (sebutan untuk startup yang mempunyai valuasi di atas Rp13,5 triliun). Padahal saat itu mereka hanya mempunyai tim developer yang berjumlah kurang dari 80 orang.
“Saat ini, kami mempunyai sekitar dua ratus developer. Dan kami menjalankan tiga layanan yang masing-masing setara dengan satu startup unicorn, dalam sebuah perusahaan yang sama,” ujar Head of Engineering dari GO-JEK Sidu Ponnappa, kepada Tech in Asia.
Untuk menjelaskan hal tersebut, Ponnappa pun membandingkan GO-JEK dengan beberapa startup unicorn lain di India, dalam hal jumlah transaksi.
Jumlah transaksi GO-RIDE dan GO-CAR kini setara dengan Ola (perusahaan transportasi online asal India). Jumlah pengiriman makanan dengan GO-FOOD mencapai dua kali lipat dari total jumlah pengiriman yang dilayani oleh gabungan dua startup India, yaitu Swiggy dan Zomato. Layanan pembayaran GO-PAY pun sudah sebesar Paytm
Untuk mendukung berbagai layanan dengan volume transaksi yang besar tersebut, GO-JEK menempatkan para developer mereka di tiga kantor yang tersebar di Jakarta, Singapura, dan Bangalore. Meski hanya menghadirkan layanan mereka di Indonesia, namun kantor GO-JEK di Bangalore justru mempunyai jumlah developer yang terbanyak.
“Kami adalah tim yang terdistribusi. Artinya, setiap tim di Bangalore juga mempunyai anggota di Singapura dan Jakarta. Setiap layanan yang ada di aplikasi GO-JEK dikerjakan secara paralel di tiga lokasi tersebut,” ujar Ponappa.
Ponnappa sendiri awalnya merupakan founder dari startup asal Bangalore, C42 Engineering, yang saat ini telah diakuisisi oleh GO-JEK.
Logistik dan pembayaran menjadi kunci
Sejauh ini, aplikasi GO-JEK telah mempunyai sekitar enam belas layanan, mulai dari layanan transportasi online GO-RIDE dan GO-CAR, layanan pengiriman makanan GO-FOOD, layanan pembelian tiket GO-TIX, hingga layanan pembersih rumah GO-CLEAN. Namun menurut Ponappa, ia justru paling tertarik dengan dua layanan mereka, yaitu logistik dan pembayaran.
“Segala hal yang kami lakukan adalah persilangan di antara dua hal tersebut. Bila kamu melihat logistik, kami mempunyai armada pengemudi yang bisa mengantarkan berbagai jenis barang. Faktanya, itulah keuntungan yang kami miliki. Seorang pengemudi bisa mengantarkan sarapan untuk kamu, mengantarkan kamu ke kantor, serta kembali ke rumah untuk mengambil kunci kamu yang tertinggal,” tutur Ponappa.
Kegagalan GO-JEK memperhitungkan pertumbuhan pengguna
Ponnappa telah membangun sisi teknologi GO-JEK bahkan sebelum ia resmi bergabung dengan startup tersebut. Bersama perusahaan yang ia dirikan, C42 Engineering, ia memang telah biasa membantu startup dan perusahaan lain dalam merancang, membangun, serta mengembangkan core product mereka.
Pesatnya pertumbuhan pengguna di awal kemunculannya, tim developer aplikasi GO-JEK yang masih kecil pun merasa kesulitan. Di saat itulah investor mereka, Sequoia Capital, menghubungkan GO-JEK dengan C42. Bersama dengan startup lain yang bernama CodeIgnition, C42 memang kerap membantu startup portofolio Sequoia Capital dalam masalah pengembangan sistem.
“Kami tumbuh sangat pesat, hingga kami kehilangan kontrol terhadap jumlah pengguna yang mengunduh aplikasi kami. Kami benar-benar kurang memperhitungkan tingkat pertumbuhan kami,” jelas Co-Founder dan CEO GO-JEK, Nadiem Makarim, dalam sebuah wawancara yang berbeda.
Hal tersebut pun membuat para pengemudi dan pengguna kemudian mengajukan keluhan terkait aplikasi yang error, serta pesanan yang tiba-tiba freeze dan tidak bisa dibatalkan. Ponnappa dan tim pun hadir untuk membantu GO-JEK mengatasi masalah tersebut.
Ponnappa bercerita bahwa di bulan April 2015 Sequoia meminta mereka untuk datang ke Indonesia, demi bertemu dengan beberapa startup portofolio mereka. GO-JEK pada saat itu masih sangat kecil, sehingga belum banyak diperbincangkan.
Ada perusahaan lain di portofolio Sequoia yang sangat besar saat itu (Tokopedia) bila dibandingkan dengan GO-JEK. Saat itu, GO-JEK hanya melayani tiga ribu hingga empat ribu order setiap harinya
Namun empat bulan kemudian, aplikasi GO-JEK bagaikan sebuah fenomena besar di Indonesia. Di bulan September 2015, mereka menerima seratus ribu pesanan setiap harinya, kenaikan yang signifikan dalam waktu hanya beberapa bulan.
Menjadi “pemadam kebakaran” di siang hari, dan hacker di malam hari
Ponnappa masih mengingat dengan jelas masa-masa awal ia membantu GO-JEK, sekitar bulan Juli 2015. Bersama dengan Niranjan Paranjape, co-founder C42 yang kini menjadi CTO GO-JEK, mereka berdua merupakan bagian dari tim pertama yang bertolak ke Jakarta. Mereka pun menjadi terbiasa melihat bagaimana sistem GO-JEK crash karena banyaknya permintaan yang masuk.
“Jumlah order yang masuk jauh dari yang bisa ditangani oleh sistem GO-JEK pada saat itu. Setiap hari, pada jam sibuk, sistem akan down,” kenang Ponnappa.
Menurut Ponnappa, GO-JEK mungkin adalah perusahaan pertama yang justru menaikkan tarif demi menghambat pertumbuhan jumlah pengguna. “Itulah awal dari munculnya kenaikan tarif di jam sibuk. Hal itu bukan untuk menambah keuntungan, melainkan untuk menjaga beban dari sistem GO-JEK pada saat itu.”
Pada siang hari, ia dan Paranjape akan sibuk menjadi “pemadam kebakaran”, menjaga sistem tetap hidup meski permintaan yang masuk terus naik. Karena itu, mereka tidak mempunyai waktu untuk memperbaiki sistem agar bisa menangani beban yang lebih besar, dan harus melakukannya di malam hari.
Saya masih ingat Paranjape berkata: ‘Saya mau bergadang, kamu mau ikut?’ Ia dan seorang rekan akhirnya bekerja tiga malam berturut-turut untuk menulis ulang kode sistem alokasi yang berguna untuk memasangkan pengemudi dan pengguna. Hal itu adalah inti dari aplikasi GO-JEK. Jika kamu ingin mengembangkan sebuah layanan transportasi, maka hal yang harus kamu kembangkan adalah sistem alokasi ini
Saat itu, GO-JEK baru saja beralih ke bahasa pemrograman Go (Golang), sebuah bahasa yang dibuat di Google pada tahun 2009. Paranjape sendiri tidak terbiasa dengan bahasa tersebut.
“Ia akhirnya tetap menulis ulang sistem alokasi tersebut dengan Golang, sebuah bahasa yang tidak ia ketahui sebelumnya, selama tiga malam berturut-turut. Dan akhirnya sistem tersebut bisa langsung menerima beban 10 kali lipat lebih besar,” jelas Ponnappa.
Menurut Ponnappa, saat-saat tersebut terasa menarik. Mereka terbiasa tidur di sofa, mengembangkan sistem di malam hari, dan menjaga sistem tetap berjalan di siang hari. Padahal, saat itu mereka hanyalah konsultan bagi GO-JEK.
Pada bulan September 2015, 100 persen karyawan kami yang berjumlah 35 orang, menjadi konsultan bagi GO-JEK. Dan di bulan Oktober 2015, kami pun mulai bicara tentang akuisisi
Jumlah pengemudi bertambah empat kali lipat
Setelah Paranjape dan tim berhasil membuat pengembangan sistem, GO-JEK pun kembali tumbuh sangat pesat. Mereka pun mulai kekurangan pengemudi, dan harus melakukan perekrutan secara cepat.
COO GO-JEK pada saat itu Rohan Monga, menyatakan kepada tim teknologi, “Sepertinya masalah stabilitas kita sudah aman. Jadi saya akan mulai merekrut pengemudi.” Tim teknologi pun memberikan persetujuan.
Monga kemudian melakukan perekrutan di Stadion Gelora Bung Karno di akhir bulan Agustus 2015. Mereka diberi aplikasi, jaket, helm, dan pelatihan. Dalam waktu 20 hari, jumlah pengemudi GO-JEK pun bertambah dari 20 ribu orang menjadi 80 ribu orang.
“Sistem kami memang berjalan baik dengan 20 ribu pengemudi. Namun dengan kenaikan jumlah mereka yang mencapai empat kali lipat, kami harus kembali memulai mengembangkan sistem dari awal. Kami pun kembali sibuk membuat sistem stabil,” jelas Ponnappa.
Peluncuran GO-CAR yang lebih cepat karena sebuah insiden
Ponnappa menjelaskan bahwa GO-JEK mempunyai cara yang berbeda untuk mengembangkan tim teknologi, dibanding kebanyakan startup di India. Di sana, para startup biasanya menangani masalah teknologi dengan cara merekrut sebanyak mungkin developer.
Padahal hal tersebut berbeda dengan yang dilakukan para perusahaan besar, seperti WhatsApp dan Instagram. Ketika diakuisisi Facebook, WhatsApp menangani 400 juta pengguna dengan hanya 35 anggota tim. Sedangkan Instagram berhasil menggaet 40 juta pengguna dengan hanya enam developer.
“Kami pun mempunyai filosofi tersebut. Tidak ada satu pun hal di GO-JEK yang berjalan manual, semuanya telah mengalami automasi. Hanya tahap final saja, sebelum sebuah produk bisa dilihat pengguna, yang masih menggunakan tenaga manusia. Kami melihat tiga ribu CV sebelum merekrut seorang developer,” jelas Ponnappa.
Ia mencontohkan bagaimana ketika timnya membuat layanan pemesanan mobil GO-CAR. Mereka membuatnya dari nol, dan selesai hanya dalam waktu empat minggu. Layanan tersebut pun meluncur 24 jam lebih cepat dari yang direncanakan karena sebuah insiden.
Tim operasional belum siap, PR belum siap, tim developer juga belum siap. Namun seseorang menekan tombol yang salah di Play Store, menyebabkan layanan tersebut meluncur 24 jam lebih awal. Sekali kamu menekan tombol tersebut, kamu tidak bisa menarik aplikasi itu kembali. Jadi kami memutuskan untuk meluncurkannya, dan semuanya berjalan lancar
(Diedit oleh Pradipta Nugrahanto)
The post Kisah Tim Developer di Balik Kesuksesan GO-JEK yang Tumbuh 900 Kali Lipat dalam 18 Bulan appeared first on Tech in Asia Indonesia.
Source: Inspirasi