Laukpauk Bantu Warga Medan Berbelanja Kebutuhan Rumah Tangga lewat Aplikasi
Founder: Benni Surbakti (CEO), Roy Situmorang (CTO)
Industri: Ritel kebutuhan pokok
Status pendanaan: bootstrapping
- Hingga kini, Laukpauk tak memungut ongkos kirim baik kepada pedagang maupun konsumen.
- Laukpauk hanya mengenakan komisi sebesar Rp1.000 dari pedagang untuk setiap transaksi minimal sebesar Rp15 ribu. Transaksi yang kurang dari Rp15 ribu tidak dikenai komisi; transaksi yang lebih dari Rp15 ribu tetap dikenakan komisi Rp1.000
- Sistem pembayaran masih menggunakan sistem cash on delivery (COD)
- Ke depannya, Laukpauk bakal membuat sistem monetisasi lain, yaitu Gold Supplier.
Untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga sehari-hari, biasanya orang pergi ke pasar untuk berbelanja bahan makanan dan barang konsumsi lainnya. Sayangnya, tak semua orang memiliki waktu yang cukup untuk berkeliling pasar demi mendapatkan barang yang diinginkan.
Hal inilah yang kemudian mendorong Benni Surbakti mengembangkan platform bernama Laukpauk pada Desember 2016. Platform berbentuk aplikasi pada sistem operasi Android ini kemudian beroperasi secara resmi di Medan pada Februari 2017.
Dengan aplikasi ini, mereka tidak perlu ke pasar. Tak perlu keliling pasar untuk berbelanja sebuah barang. Kami juga ingin membantu pedagang memperluas pasarnya.
Tim Laukpauk akan menyurvei para pedagang yang akan bergabung demi menjaga kualitas barang yang dijual ke konsumen. Untuk bergabung, kata Benni, pedagang tak mesti berjualan di pasar. Yang penting mereka menjual kebutuhan rumah tangga sehari-hari. Saat ini, sudah ada sekitar enam puluh pedagang di Medan yang bergabung dengan Laukpauk.
“Kami juga mau garap pedagang-pedagang keliling. Di Medan ada pedagang yang pakai sepeda motor atau becak. Mereka bawa ikan, sayur,” ucapnya.
Ongkos kirim masih gratis
Hampir setahun beroperasi, Benni mengaku pihaknya masih membantu para pedagang ini mengirimkan barang pesanan konsumen. Pihaknya juga tak memungut ongkos kirim, baik kepada pedagang maupun konsumen.
Meski begitu, Benni mengatakan pihaknya menerapkan sistem komisi kepada para pedagang untuk setiap transaksi. Laukpauk akan mendapat komisi sebesar Rp1.000 dari pedagang untuk setiap transaksi minimal sebesar Rp15 ribu yang terjadi di platform mereka.
“Sebelum kerja sama, kami sudah bilang di depan kalau belanja minimal Rp15 ribu, akan kami charge Rp1.000. Kalau di bawah Rp15 ribu, tidak kena charge apa-apa. Kami charge per transaksi saja, mau nilai belanjanya Rp100 ribu, Rp1 juta, biaya yang kami kenakan tetap Rp1.000,” jelas Benni.
Rencananya, Benni ingin para pedagang ini bisa mandiri dan mengantar sendiri barang pesanan konsumen. Karena itu, pihaknya tengah mengembangkan fitur GPS di aplikasinya agar pedagang bisa menentukan sendiri biaya ongkos kirim berdasarkan jarak per kilometer.
Pengembangan fitur GPS itu juga untuk menjawab tantangan yang dihadapi pihaknya dari sisi pedagang, yakni masih ada pedagang yang belum terbiasa menggunakan smartphone Android untuk menerima pesanan konsumen.
“Kalau dari sisi masyarakat, ada juga yang belum terbiasa belanja lewat aplikasi, biasanya langsung ke pasar. Kami memang harus rajin beriklan, sebar brosur ke rumah-rumah,” tuturnya.
Bisa tukar barang pesanan
Benni memahami bahwa pada awalnya orang belum terlalu percaya berbelanja kebutuhan rumah tangga lewat aplikasi. Seperti khawatir barang yang dipesan ternyata sudah busuk.
Untuk membangun kepercayaan pengguna sekaligus membangun brand Laukpauk, saat ini Benni masih menerapkan sistem cash on delivery (COD) untuk pembayarannya. Jika konsumen merasa barang yang dipesannya sudah tidak segar atau terlanjur busuk, konsumen bisa menukarkannya untuk diganti yang lebih baik.
“Kami berikan jaminan kalau sudah busuk, sudah tidak segar, bisa dikembalikan. Karena itu, agar konsumen bisa memeriksa langsung barangnya masih bagus atau tidak, saat ini masih bayar di tempat ketika pesanan datang,” ujarnya.
Rencanakan sistem monetisasi lain
Sejak proses pengembangan hingga beroperasi, Benni mengaku sudah mengeluarkan dana pribadi sekitar Rp200 juta hingga Rp250 juta untuk membangun Laukpauk. Namun saat ini sistem monetisasi yang mereka terapkan masih berupa komisi sebesar Rp1.000 per transaksi.
Ke depannya, Benni berencana menghadirkan sistem monetisasi lain yang ia sebut sebagai Gold Supplier. Dalam sistem ini, pedagang yang ingin barang dagangannya tetap berada di posisi teratas tampilan aplikasi tentunya harus membayar untuk mendapatkan fasilitas tersebut. “Jadi nanti bisa dibuat sistemnya bulanan, atau kalau per hari berapa kalau mau tetap di atas. Sekarang tampilnya masih secara random,” kata Benni.
Adapun Laukpauk bukan satu-satunya startup yang menjalankan peran sebagai perantara antara supplier bahan kebutuhan rumah tangga dengan konsumen. Sebelumnya, ada juga Pasar Induk Nusantara yang menawarkan layanan serupa. Konsep yang tak jauh berbeda juga diterapkan oleh SayurBox. Bedanya, SayurBox mengambil barang pesanan konsumen langsung dari petani.
(Diedit oleh Septa Mellina; Sumber gambar: Pexels)
This post Laukpauk Bantu Warga Medan Berbelanja Kebutuhan Rumah Tangga lewat Aplikasi appeared first on Tech in Asia.
The post Laukpauk Bantu Warga Medan Berbelanja Kebutuhan Rumah Tangga lewat Aplikasi appeared first on Tech in Asia Indonesia.
Source: Inspirasi