[Opini] Mengapa Lebih Baik Mempunyai Tim Kecil Dibanding Tim Besar?
Kita hidup di dunia yang berlimpah – makin banyak orang, sumber daya, bangunan besar, produk, dan lebih banyak fitur. Kamu mungkin berpikir perusahaan seperti Facebook mempunyai ratusan desainer. Untuk membuat sebuah tombol “Share” yang sederhana, mereka tentu membutuhkan sebuah tim khusus. Bukankah itu cara tepat untuk melayani satu miliar orang di dunia?
Ketika kamu melihat perusahaan-perusahaan besar mengeluarkan uang secara gila-gilaan untuk membangun tim desain, kamu mungkin akan merasa butuh lusinan atau ratusan desainer. Terutama agar kamu bisa bersaing di era yang sangat terpengaruh oleh aspek desain. Tetapi ternyata hal tersebut tidak benar.
Seringkali, meskipun tidak selalu, penambahan anggota tim adalah bentuk pemborosan. Kita perlahan-lahan lupa bahwa tim kecil justru lebih baik. Karena sebenarnya keterbatasan adalah keuntungan yang tersembunyi.
Efek Ringelmann
Efek Ringelmann adalah kecenderungan individu makin tidak produktif seiring membesarnya jumlah orang di dalam kelompok.
Ringelmann pernah membuat eksperimen terhadap dua puluh siswa. Mereka diminta menarik tali sepanjang lima meter, baik sendiri maupun dalam kelompok dengan jumah bervariasi. Ujung tali tersebut diikat pada sebuah dinamometer.
Ketika tim yang terdiri atas dua orang menarik tali, rata-rata mereka hanya mengeluarkan tenaga 93 persen dibandingkan ketika menarik tali tersebut sendiri. Saat jumlah tim bertambah menjadi tiga orang, tenaga yang masing-masing orang keluarkan hanya 85 persen dan 77 persen ketika tim berjumlah empat orang. Saat jumlah anggota tim mencapai delapan orang, tenaga yang dikeluarkan hanya 50 persen.
Inilah yang para psikolog sebut sebagai efek Ringelmann. Dalam sebuah tim besar, komitmen dan motivasi yang setiap orang miliki untuk memberikan hasil terbaik menjadi berkurang. Kontribusi pribadi menjadi tidak terlihat, sehingga banyak orang memutuskan bergantung pada anggota tim lain.
Di bawah ini adalah beberapa contoh bagaimana tim kecil bisa mengerjakan tugas kreatif dengan jauh lebih baik.
HTM di Nike
HTM adalah nama proyek eksperimen desain yang Nike luncurkan pada tahun 2002. Singkatnya, proyek tersebut mengumpulkan tiga orang desainer dengan satu orang pengambil keputusan untuk duduk bersama di dalam satu ruangan. Mereka diharapkan untuk fokus mengubah desain produk Nike yang telah ada, menjadi sebuah desain produk baru.
Aktivitas tersebut bertujuan mendorong kolaborasi pikiran tanpa ada pengaruh jabatan, politik, atau perintah apa pun, melainkan kebebasan kreativitas.
Aktivitas ini juga merupakan contoh bagaimana para desainer bisa bekerja bersama CEO, daripada hanya menerima perintah seperti yang selama ini terjadi. Dan jika kamu penasaran bagaimana desain produk yang tiga orang tersebut hasilkan, lihat contoh-contoh berikut:
Jumlah tim yang hanya berjumlah tiga orang membuat mereka punya lebih banyak waktu sehingga bisa mempercepat proses produksi. Hal tersebut sangat sulit terlaksana bila mengikuti alur kerja yang biasa perusahaan besar seperti Nike jalankan.
Saat ini, HTM masih terus merilis berbagai desain produk, meski tidak secara rutin.
Riset dengan Lego
Tiga orang profesor dari The University of California, Los Angeles (UCLA) pernah mengadakan riset menggunakan Lego. Dalam eksperimen tersebut, mereka membuat dua tim yang masing-masing terdiri atas dua orang dan empat orang. Kedua tim tersebut diharapkan bisa membuat sebuah bangunan tertentu dengan Lego dalam waktu cepat dan hasil sempurna.
Tim yang terdiri dari dua orang bisa menyelesaikan tugas tersebut dalam waktu 36 menit. Sedangkan tim berisi empat orang baru bisa menyelesaikan tugas yang sama setelah 56 menit.
Mengapa hal tersebut bisa terjadi? Karena makin banyak orang di dalam sebuah tim, kamu akan memerlukan lebih banyak waktu untuk menyamakan proses berpikir.
Jika ada sesuatu yang salah …
… kebanyakan orang cenderung menambahkan jumlah anggota tim atau waktu ketika ada masalah. Padahal, langkah tersebut malah akan menambah kerumitan masalah pembuatan produk atau ide. Sikap yang tepat justru dengan mengurangi berbagai faktor yang terlibat.
Jika kalian pernah menonton reality show “Kitchen Nightmares”, kalian akan melihat sebuah pola yang chef terkenal Gordon Ramsay gunakan ketika membantu para pemilik restoran. Langkah pertama yang ia lakukan adalah mengurangi daftar menu yang ada, hingga hanya tersisa beberapa jenis makanan.
Mengapa? Para pemilik restoran sering berpikir dengan menambah jenis makanan di dalam menu bisa membuat mereka sukses. Padahal, mereka justru akan menghasilkan makanan berkualitas buruk, dan mendapat masalah dalam mengatur persediaan bahan makanan.
Prinsip yang sama tidak hanya berlaku untuk restoran, namun juga startup yang tengah membangun produk dan tim. Ketika ingin membuat “hal yang besar”, kamu butuh menciptakan batasan kreatif. Jika kamu memilih untuk terus memperpanjang tenggat waktu, menambah biaya, atau jumlah tim, hal tersebut tidak akan pernah berhenti. Hal itu seperti obat yang membuat ketagihan.
Mengapa kita terus menambah jumlah tim secara gila-gilaan, meski hal tersebut tidak efektif?
Ada beberapa faktor. Mungkin kamu hanya merasa iri, mendapat tekanan dari investor dan kompetitor, manajemen yang buruk, atau karena pengaruh buruk dari orang lain di dalam tim. Namun seringkali, kamu terdorong melakukan pemborosan karena merasa mempunyai sumber daya berlebih yang bisa dihamburkan.
Untuk perusahaan yang telah mencapai kesuksesan dalam menggaet pengguna dan meraih pendanaan, ada kecenderungan untuk menambah berbagai hal. Mereka biasanya menambah pengeluaran, tenggat waktu, dan jumlah karyawan untuk menyelesaikan suatu masalah. Mereka berharap hal itu bisa membantu perusahaan untuk maju ke tingkat berikutnya. Namun, hal tersebut tidak selalu menjadi kenyataan.
Tentu sangat sulit …
… membangun produk atau fitur baru hanya dengan tim berisi dua atau tiga orang. Namun justru itulah seninya.
Ada mitos terkenal bahwa untuk membuat gambar lebih baik, kamu membutuhkan kanvas yang lebih besar. Namun semua pekerja kreatif tahu hal tersebut tidak benar.
Terlalu banyak kebebasan bisa mendorong kita membuat karya yang medioker. Tanpa adanya batasan, akan menghilangkan motivasi kita untuk mendobrak batas tersebut.
Orang yang benar-benar kreatif, dan berada di tim kecil dengan sumber daya terbatas, tidak akan kesulitan melaksanakan sebuah tugas. Namun apabila kamu memberi mereka terlalu banyak kebebasan, anggota tim, dan sumber daya, maka kamu akan mendapatkan produk dengan desain berlebih, waktu pengerjaan terlalu lama, mahal, dan berkualitas buruk.
Hal terbaik yang bisa kamu lakukan adalah membuat tim kecil untuk menyelesaikan sebuah masalah. Contohnya, jika kamu tidak bisa membuat suatu produk dengan tim yang terdiri dari tiga orang, ini berarti ada dua kemungkinan: kamu merekrut orang yang salah, atau produk yang kamu inginkan memang terlalu rumit untuk dikerjakan.
(Artikel ini pertama kali dipublikasikan dalam Bahasa Inggris. Isi di dalamnya telah diterjemahkan dan dimodifikasi oleh Aditya Hadi Pratama sesuai dengan standar editorial Tech in Asia Indonesia. Diedit oleh Fairuz Rana Ulfah)
This post [Opini] Mengapa Lebih Baik Mempunyai Tim Kecil Dibanding Tim Besar? appeared first on Tech in Asia.
The post [Opini] Mengapa Lebih Baik Mempunyai Tim Kecil Dibanding Tim Besar? appeared first on Tech in Asia Indonesia.
Source: Entrepreneur Life