PayRide – Startup Iklan di Mobil Asal Surabaya yang Pakai Data Impresi
Founder: Agus Widjaja, Ivaline Tedjo, dan Jimmy Alim.
Industri: pemasangan iklan pada bodi kendaraan.
Status pendanaan: bootstrapping.
- Skema pembagian penghasilan PayRide membuat mitra pengemudi memperoleh penghasilan lebih banyak bila sering melewati suatu jalur yang ramai akan pengguna jalan, daripada mengemudi sejauh mungkin.
- PayRide bekerja sama dengan pihak ketiga guna mencatat kepadatan lalu lintas dan keramaian pengguna jalan. Data tersebut dipakai untuk menghitung pembagian penghasilan ke mitra pengemudi kendaraan..
- Alih-alih menggunakan smartphone milik pengemudi sebagai alat pelacak, PayRide menyediakan perangkat GPS khusus yang dipasang guna mencatat perjalanan para mitra.
Tiga orang sahabat, yaitu Agus Widjaja, Ivaline Tedjo, dan Jimmy Alim, punya beberapa kesamaan. Masing-masing pernah mengenyam pendidikan di luar negeri, memimpin sebuah perusahaan, serta sama-sama melihat bahwa masalah kemacetan di tanah air merupakan sesuatu yang bisa diubah menjadi keuntungan.
“Setelah beberapa diskusi, kami akhirnya muncul dengan ide untuk membuat PayRide,” kata Agus Widjaja yang kini menjabat sebagai CEO PayRide. “Ide ini diharapkan bisa menutup kerugian yang dialami pengemudi akibat kemacetan, serta mengubah iklim pemasangan iklan di luar ruang yang selama ini didominasi oleh billboard.”
Menurut Agus, iklan pada baliho memiliki beberapa kelemahan. Selain harganya relatif mahal dan lokasinya tidak bisa diubah, baliho juga tidak bisa menyajikan data kuantitatif.
PayRide merupakan platform yang memungkinkan para perusahaan untuk memasang iklan di bodi kendaraan pribadi. Startup ini berdiri sejak Desember 2015 di Surabaya, dan kini telah bermitra dengan lebih dari seribu pemilik kendaraan.
Mereka telah berhasil menggandeng beberapa perusahaan di sekitar Surabaya. Beberapa di antaranya adalah Zoom Hotel, Safe Care Surabaya, Adi Husada Cancer Center, dan The Grand Kenjeran, yang telah memasang iklan.
Menghitung imbalan sesuai impresi, bukan jarak
Di Indonesia telah ada beberapa startup yang menghadirkan layanan serupa, mulai dari Ubiklan, Promogo, StickEarn, hingga Sticar. Namun mayoritas dari startup tersebut menghitung imbalan untuk para pengemudi sesuai jarak yang ditempuh.
Apabila pengemudi melewati jalan yang ramai di saat jam sibuk, maka mereka akan mendapat pemasukan yang lebih besar.
Berbeda dengan para pemain lain, PayRide berusaha untuk memberikan imbalan sesuai dengan jumlah orang yang melihat iklan tersebut, bukan berdasarkan jarak. Jadi, apabila pengemudi melewati jalan yang ramai di saat jam sibuk, maka mereka akan mendapat pemasukan yang lebih besar karena iklan yang terpasang di bodi mobil bisa menjangkau lebih banyak orang.
Kami bekerja sama dengan pihak ketiga yang bisa melakukan penelitian terhadap jalan-jalan yang ada di suatu wilayah.
Di Surabaya sendiri, jalan dibagi menjadi empat kelas berdasarkan tingkat keramaian, kemacetan, dan penerimaan pajak. Pihak ketiga tersebut akan mengumpulkan data dari setiap kelas jalan, menghitung berapa jumlah kendaraan dan orang yang lewat di jalan tersebut setiap harinya. Data kemudian akan dirata-rata, dan dijadikan dasar untuk menghitung penghasilan untuk pengemudi yang melewati jalan tersebut.
Untuk memantau para pengemudi, PayRide menggunakan perangkat GPS khusus yang dipasang pada mobil para mitra. Hal ini berbeda dengan beberapa startup serupa yang lebih memilih untuk melakukan pemantauan lewat GPS yang ada di smartphone pengemudi. “Hal ini kami lakukan demi mencegah perusakan data, serta agar para pengemudi kami tidak cepat kehabisan baterai smartphone,” jelas Agus.
Siap berekspansi keluar Surabaya
Sejauh ini, PayRide mengaku masih menghadapi tantangan dalam hal meyakinkan para pengiklan untuk menggunakan jasa mereka. Untuk itu, mereka akan berusaha untuk terus memberikan edukasi di tahun 2018 ini, sembari melakukan ekspansi ke kota-kota besar lain di Indonesia.
“Kini kami tengah bekerja sama dengan pihak ketiga untuk memperluas jangkauan pelaporan kami, agar kami bisa melayani klien di demografi yang berbeda. Selain itu, kami juga tengah mengembangkan sebuah media iklan alternatif di tahun 2018,” tutur Agus.
Hingga saat ini, PayRide mengaku masih menjalankan operasional mereka dengan dana pribadi para founder (bootstrapping). Mereka kini baru mempunyai sekitar empat belas orang karyawan, yang mayoritas bekerja di bidang pemasaran dan pengembangan teknologi.
(Diedit oleh Iqbal Kurniawan)
This post PayRide – Startup Iklan di Mobil Asal Surabaya yang Pakai Data Impresi appeared first on Tech in Asia.
The post PayRide – Startup Iklan di Mobil Asal Surabaya yang Pakai Data Impresi appeared first on Tech in Asia Indonesia.
Source: Inspirasi