Peluang Co-working Space di Indonesia pada 2018 Masih Terbuka Lebar
Ikhtisar
- Industri co-working space di Asia Tenggara tumbuh sekitar lima belas persen pada 2017 lalu. Peluang di Indonesia sendiri menurut penggiat industri masih besar, baik di kota-kota besar ataupun di daerah sekitarnya.
- Sektor UKM Indonesia yang terus tumbuh merupakan salah satu peluang, di mana pengelola co-working space dapat memenuhi kebutuhan sejumlah wirausahawan yang membutuhkan tempat kerja fleksibel.
- Edukasi masyarakat masih diperlukan guna mengubah pola pikir co-working space sebagai sekadar tempat kerja, menjadi tempat berkolaborasi, bertukar pikiran, dan mendapatkan akses ke beragam kesempatan.
Ranah co-working space kian menjadi bagian dari sektor bisnis properti yang memiliki peluang besar di Indonesia. Dikutip dari laporan Cushman Wakefield, permintaan co-working space di Asia Tenggara tahun 2017 lalu mengalami peningkatan lima belas persen. Angka tersebut diperkirakan bakal terus naik seiring makin luasnya adopsi budaya kerja baru yang dilakukan oleh pelaku startup, freelance profesional, dan sebagainya.
Fenomena tersebut menjadi pengamatan sejumlah pihak di tanah air, salah satu di antaranya adalah dua bersaudara Reene dan Peony Tang. Mereka bersama ketiga koleganya meluncurkan co-working space Go-work pada April 2017 silam.
Peony menjelaskan bahwa menjamurnya co-working space di Indonesia disebabkan oleh tren perubahan kerja yang cukup eksponensial. Tren perubahan kerja ini menurut Peony disebabkan oleh tiga faktor, antara lain:
- Teknologi yang menyebabkan lingkungan kerja jauh lebih fleksibel
- Pentingnya kebersamaan komunitas
- Dampak dari sharing economy dalam berbagai sektor
Untuk memudahkan gambaran seberapa besar peluang yang bisa dibidik pengelola co-working space di Indonesia, Peony menggunakan estimasi angka berdasarkan jumlah Usaha Mikro Kecil dan Menengah yang aktif di Indonesia. Contoh UKM tersebut dipilih karena kemungkinan mereka terpapar perubahan kerja modern—seperti startup—sangat tinggi, terutama di kota-kota besar.
“Saat ini terdapat 60 juta unit UKM di Indonesia. Apabila kita melihat perkembangannya lalu menarik kesimpulan ada lebih dari 8,9 juta kepala entrepreneur di luar sana, dan sepuluh persennya membutuhkan co-working space, itu berarti terdapat 890.000 pasar (bahkan bisa lebih) yang bisa dibidik pengelola co-working space tanah air,” ujar Peony.
Peluang untuk bersaing di ranah co-working space juga disinggung oleh Disa Pakpahan, Country Manager FlySpaces. Perusahaan tersebut menyediakan layanan yang memungkinkan pemilik properti menyewakan ruangan tidak terpakai sebagai tempat bekerja.
Disa menjelaskan bahwa kebutuhan pasar terhadap lokasi co-working space bakal terus meningkat. Kondisi ini tidak terbatas hanya di kota-kota besar seperti Jakarta saja, tetapi juga merambah kota lainnya di Indonesia.
Menurut Disa, pasar co-working space di Indonesia telah tervalidasi dengan berbagai macam indikator yang terjadi dalam kurun beberapa waktu terakhir, mulai dari permintaan para tenaga kerja ekspatriat dari startup ataupun perusahaan multinasional, pekerja freelancer, kalangan pekerja digital nomad, dan lain-lain.
Bukan sekadar tempat kerja, tapi tempat berkolaborasi
Meskipun jumlah co-working space di Indonesia terus bertambah, namun sebagian pihak merasa masih banyak orang yang belum paham alasan atau manfaat bekerja dalam co-working space. Hal tersebut dijelaskan secara tersirat oleh Felencia Hutabarat selaku Sekretaris Umum Coworking Indonesia.
Sangatlah penting bagi seseorang untuk memahami esensi co-working space sebagai sarana menumbuhkan semangat kolaboratif.
“Ketika orang memikirkan co-working space, kebanyakan dari mereka memaknainya sebagai sarana ruang untuk bekerja, bukan sebagai wadah berkolaborasi sebagaimana ditunjukkan oleh imbuhan co- yang terdapat di bagian depan kalimat co-working space,” ujar Felen.
Bagi Fellen, sangatlah penting bagi seseorang untuk memahami esensi co-working space sebagai sarana menumbuhkan semangat kolaboratif, agar mereka dapat memetik manfaat yang lebih besar daripada sekadar bekerja di ruangan umum berfasilitas lengkap.
Oleh karena itu, ketika seseorang bekerja di co-working space, ia akan menemukan inisiatif yang dibentuk pihak pengelola untuk memantik terjalinnya kolaborasi dan konektivitas antara satu sama lain. Inisiatif tersebut bisa berbentuk dalam program yang berhubungan erat dengan minat kalangan founder, mulai dari topik pengembangan bisnis, teknologi, insight seputar industri, dan lain-lain.
Dengan sering dilakukannya program katalis semacam ini, pihak pengelola secara tidak langsung juga dapat membantu para founder startup mendapatkan akses ke permodalan baru dengan membukakan kesempatan untuk bertemu pihak modal ventura yang dilibatkan. Ini jelas memberikan manfaat lebih bagi para pengguna co-working space, dibandingkan mereka yang harus merogoh uang untuk biaya sewa kantor permanen.
Di samping beberapa manfaat tadi, masih terdapat banyak manfaat lain yang dapat digali dan ditawarkan para pengelola co-working space lokal untuk bisa berkompetisi di ranah ini. Tentunya sambil bersumbangsih memajukan ekosistem wirausahawan di Indonesia.
Lingkungan bernuansa kolaboratif inilah yang ditekankan anggota asosiasi Co-working Indonesia dalam mendirikan fasilitas co-working space di sejumlah daerah. Saat ini Asosiasi Co-working Indonesia telah memiliki lebih dari tujuh puluh anggota pengelola co-working space yang tersebar di seluruh penjuru negeri, mulai dari Padang hingga ke Manado.
(Diedit oleh Iqbal Kurniawan)
This post Peluang Co-working Space di Indonesia pada 2018 Masih Terbuka Lebar appeared first on Tech in Asia.
The post Peluang Co-working Space di Indonesia pada 2018 Masih Terbuka Lebar appeared first on Tech in Asia Indonesia.
Source: Inspirasi