skip to Main Content

Sejarah Manga (Komik Jepang) Sepintas Lalu

Pada hari Jumat tanggal 23 Maret 2018, Program studi Sastra Jepang UAI mengadakan kuliah umum berjudul “Sejarah Manga, Sepintas Lalu” dengan narasumber Prof. Takadono Yoshihiro.  Kegiatan ini dibuka oleh Rektor Bapak Prof. Dr. Ir. Asep Saefuddin, M.Sc. dan dihadiri oleh para dosen dan mahasiswa program studi Sastra Jepang UAI, serta siswa-siswa SMA. Seperti yang telah kita ketahui, Jepang merupakan negara yang memproduksi manga terbanyak di dunia. Di Jepang sendiri penjualan manga mencapai 500 juta manga dalam bentuk majalah dan 450 juta manga dalam bentuk buku per tahun.

Sejarah manga sangat berkaitan dengan 3 tokoh penting manga, yaitu: Toba Sojo Kakuyu, Katsushika Hokusai dan Tezuka Osamu. Manga (sozoro ga) secara harfiah artinya adalah lukisan bebas atau lukisan yang digambar semaunya tanpa tujuan. Pada awalnya manga berasal dari choju giga karya Toba sojo kakuyu, ia seorang pendeta Budha pada zaman Heian. Ia melukis wajah binatang dengan kuas yang menggambarkan raut wajah senang, sedih dan takut. Choju giga merupakan gambar gulung yang tertua di Jepang, isinya berupa lukisan binatang seperti kera, kelinci, katak yang berperilaku seperti manusia. Gulungan ini terdiri dari 4 jilid dengan panjang 30 cm x 11.5 meter. Pada choju giga sudah ada teknik menggambar manga yaitu suara dilukis dengan garis, kemudian berlari kencang ditandai dengan banyak garis. Selain itu ada pengalihan waktu dan ruang yang digambarkan dengan awan dan kabut.

Tokoh berikutnya adalah Katsushika Hokusai, ia seorang pelukis ukiyo-e terkemuka. Ukiyo-e termasuk pop culture pada zaman Edo. Zaman Edo berlangsung kira-kira 250 tahun (1603 s.d. 1867). Ukiyo-e sangat  digemari oleh rakyat biasa dan merupakan hiburan dalam bentuk lukisan kehidupan sehari-hari, lukisan wajah, binatang, kabuki sampai yang bersifat pornografi. Ia menerbitkan sebuah buku bernama “Hokusai Manga” yaitu buku pedoman lukisan sketsa. Buku ini berisi 4000 gambar, sehingga sering disebut sebagai ensiklopedia manga. Ciri khas hokusai manga yaitu tidak ada alur cerita/ narasi, setiap gambar bersifat  dinamis, isinya adalah gambar semua makhluk hidup di dunia dalam setiap kegiatannya bahkan gambar hantupun termuat di dalamnya. Ukiyo-e mempengaruhi lukisan barat karena ukiyo-e mengabaikan perspektif (jauh dekat), komposisinya berani dan dinamis.

Tokoh terakhir adalah Tezuka Osamu, ia merupakan pelopor manga Jepang modern. Ia seorang komikus, animator, produser animasi dan ia adalah seorang dokter yang bergelar doktor. Berdasarkan pengamatannya teknik menggambar manga saat ini dengan  teknik menggambar choju giga sama sekali tidak ada perubahan, karena teknik menggambar dan hal-hal pendukung manga yang ada saat ini sama seperti yang ada di choju giga. Tezuka Osamu (1928-1989) telah mengubah dunia manga, ia menggunakan jalan cerita yang menarik dan teknik menggambar yang bermutu tinggi. Awalnya Ia meniru animasi Disney, namun pada akhirnya karya-karyanya jauh lebih unggul.

Jasa-jasanya adalah Ia merupakan perintis “story comic”. Ia juga menerapkan “sistem produksi” dalam dunia manga, yaitu dengan membagi tugas kepada asistennya. Ia hanya menggambar 1 bagian dari semua gambar tersebut yaitu bagian mata, karena ia percaya bahwa bagian matalah yang paling penting dan bagian yang bisa menggambarkan kepribadian tokoh manga. “Sistem produksi” manga yang diterapkannya menghasilkan karya manga yang berisi 100 halaman per bulannya. Ia juga meningkatkan produksi manga untuk anak-anak dan manga untuk semua umur. Selain itu inovasi yang dilakukannya ialah ia memperbarui pembagian kotak dalam penulisan manga, ia juga pelopor pengembangan teknik menggambar, onomatope, dan garis efek dalam manga. Ia juga memelopori revolusi visual di dunia manga yaitu dengan membuat animasi TV selama 30 menit untuk pertama kalinya di Jepang. Karya-karyanya adalah: Astro boy, Princess Knight, Phoenix, Budha the great departure. Pada akhirnya ia diakui sebagai pencipta entertainment yang menghibur segala lapisan masyarakat. (Mutia)



 

 

Source: Berita Kampus

Back To Top