SoftBank Berinvestasi di Uber, Akankah Pengaruhi Transportasi Online Indonesia?
Ikhtisar
- Karena Softbank juga memiliki saham di kompetitor Uber, seperti Grab, Ola, atau Didi Chuxing, mereka bisa mendorong sekelompok perusahaan tersebut untuk melakukan merger di masa depan.
- Berkaca pada praktik investasi Softbank di industri e-commerce India, mereka tidak segan berinvestasi di semua pelaku bisnis, untuk kemudian mendorong yang kalah saing agar diakuisisi kompetitornya.
- Dengan skema investasi semacam ini, siapa pun yang akan menguasai industri di suatu negara, Softbank tetap bisa memperoleh laba dari perusahaan pemimpin pasar.
Pada tanggal 12 November 2017 kemarin, layanan transportasi online Uber mengumumkan bahwa mereka telah setuju untuk memberikan kesempatan investasi kepada perusahaan konglomerat asal Jepang, SoftBank. Untuk memuluskan hal tersebut, mereka bahkan sampai harus mengubah struktur organisasi mereka saat ini.
Dengan begitu, SoftBank kini mempunyai peluang untuk menginvestasikan dana hingga US$10 miliar (sekitar Rp135 triliun) untuk membeli saham baru dan lama milik Uber. Namun hal tersebut bisa batal apabila SoftBank tidak bisa memiliki kepemilikan saham sebesar empat belas persen, seperti yang mereka inginkan.
Setelah proses yang panjang dan sulit selama beberapa bulan, sepertinya Uber dan para pemegang saham mereka telah setuju untuk berkomunikasi dengan SoftBank. Namun bukan berarti hal tersebut telah diputuskan. Kami tertarik dengan Uber, namun kesepakatan akhir nantinya akan bergantung pada harga yang ditawarkan dan persentase saham yang akan diterima oleh SoftBank
Terlepas dari hasil akhir dari rencana investasi tersebut, minat SoftBank kepada Uber merupakan sesuatu yang menarik. Mengapa? Karena SoftBank sebenarnya juga telah mempunyai saham pada beberapa perusahaan transportasi online di berbagai negara, yang merupakan pesaing dari Uber. Mereka telah memberikan pendanaan kepada Grab yang beroperasi di Asia Tenggara, Didi Chuxing di Cina, Ola di India, serta 99 di Brazil.
Mengapa SoftBank tertarik untuk melakukan pendanaan tersebut? Dan bila terlaksana, bagaimana pengaruh investasi ini terhadap persaingan transportasi online di Indonesia?
Ingin tetap untung siapa pun yang jadi pemimpin pasar
Untuk memahami langkah SoftBank ini, kita harus melihat pola investasi SoftBank di bisnis e-commerce India. Pada awalnya, SoftBank hanya memberikan pendanaan kepada Snapdeal dan Paytm. Namun tahun ini, mereka justru menginvestasikan dana sebesar US$2,5 miliar (sekitar Rp33,8 triliun) ke Flipkart, yang merupakan pesaing dari Snapdeal dan Paytm.
Di waktu yang sama, SoftBank juga menambah investasi mereka di Paytm sebanyak US$1,4 miliar (Rp18,9 triliun). Hal yang sama tidak mereka lakukan kepada Snapdeal karena performanya yang kurang baik. Mereka bahkan berusaha untuk mendorong Snapdeal agar diakuisisi oleh Flipkart, meski hingga saat ini hal tersebut belum juga bisa terwujud.
Dari sini bisa dilihat bahwa ketika SoftBank tertarik kepada sebuah bisnis, maka mereka tidak akan ragu untuk memberikan investasi kepada semua pemain yang ada. Sehingga siapa pun yang menjadi pemenang, mereka tetap akan meraih keuntungan. Untuk mengurangi kerugian, mereka pun tidak segan untuk menutup sebuah layanan atau mengusahakan akuisisi oleh perusahaan lain yang lebih besar.
Hal ini pun bisa berlaku di Asia Tenggara. SoftBank mungkin akan tetap membiarkan Grab dan Uber untuk bersaing secara sehat selama beberapa waktu. Namun ketika pangsa pasar di antara keduanya telah sangat jauh, maka mereka kemungkinan akan mendorong sang pemenang untuk mengambil alih operasional perusahaan yang kalah.
Akankah terjadi merger antara Grab dan Uber di Indonesia?
Di Indonesia, negara terbesar di Asia Tenggara, Grab saat ini masih lebih unggul dibanding Uber. Hal ini terlihat dari data App Annie pada Juli 2017, yang menunjukkan bahwa peringkat aplikasi Grab di tanah air masih berada di atas Uber. Peringkat tersebut ditentukan oleh beberapa hal, seperti jumlah unduhan, uninstall, rating, dan intensitas penggunaan.
Perusahaan developer aplikasi asal Cina, Cheetah Mobile, juga mempunyai data yang serupa. Menurut mereka, intensitas penggunaan aplikasi Grab setiap minggu (Weekly Active Penetration) mencapai 6,44 persen, sedangkan Uber hanya 1,7 persen. Adapun predikat aplikasi transportasi online yang paling sering digunakan oleh masyarakat tanah air masih dipegang oleh GO-JEK dengan 6,61 persen.
Situasi ini memang bisa berubah dalam waktu dekat. Namun apabila kondisi yang sama terus berlangsung, dan investasi SoftBank kepada Uber pun berjalan dengan mulus, tidak mustahil mereka akan melakukan konsolidasi di tanah air dengan menyerahkan operasional Uber di Indonesia kepada Grab.
Pertanyaannya, apakah Uber mau melakukan hal tersebut?
Faktanya, Uber justru telah melakukan hal itu di negara-negara lain demi mengurangi kerugian. Mereka telah menjual operasional mereka di Cina kepada Didi Chuxing, yang merupakan pesaing mereka. Tak lama kemudian, mereka juga menjual operasional mereka di Rusia kepada Yandex.
CEO Uber Dara Khosrowshahi sendiri menyatakan bahwa bisnis mereka di Asia Tenggara, termasuk Indonesia, tidak akan bisa menguntungkan dalam waktu dekat.
Nilai ekonomi dari pasar Asia Tenggara belum bisa sesuai dengan apa yang kami inginkan. Saya pikir saat ini ada terlalu banyak modal yang masuk. Kami pun telah hadir di sana, dan berusaha untuk berkembang. Namun saya tidak optimis bahwa pasar di Asia Tenggara akan memberikan keuntungan kepada kami dalam waktu dekat
Sekilas pernyataan Khosrowshahi ini seperti menunjukkan bahwa mereka akan menarik diri dari Asia Tenggara. Namun ketika ditanya terkait hal tersebut, ia justru menyatakan bahwa hal tersebut tidak akan terjadi saat ini.
Sebagai informasi, Uber memang menjual operasional mereka di Cina dan Rusia sebelum Khosrowshahi bergabung sebagai CEO. Namun apabila SoftBank nantinya masuk sebagai pemegang saham dari Uber, mereka tentu akan mempunyai pengaruh untuk menentukan keputusan perusahaan.
Dibandingkan dengan negara Asia Tenggara lain, persaingan transportasi online di Indonesia memang sangat menarik karena keberadaan GO-JEK. Dan saat ini, startup yang didirikan oleh Nadiem Makarim tersebut telah mengklaim diri mereka sebagai pemimpin pasar di tanah air.
Melihat hal tersebut, menarik untuk ditunggu apakah dalam beberapa tahun ke depan Grab dan Uber akan tetap beroperasi secara terpisah. Atau SoftBank nantinya akan memanfaatkan pengaruh mereka untuk menyatukan dua layanan tersebut, demi menghambat perkembangan GO-JEK di tanah air.
(Diedit oleh Iqbal Kurniawan)
The post SoftBank Berinvestasi di Uber, Akankah Pengaruhi Transportasi Online Indonesia? appeared first on Tech in Asia Indonesia.
Source: Inspirasi