skip to Main Content

Kolase Hendak Lawan Pembajakan Musik dengan Platform Crowdfunding


Founder: Raden Maulana, Dwi Santoso
Industri: platform crowdfunding musik
Status pendanaan: seed funding

  • Kolase berharap konsep crowdfunding mampu membantu menggairahkan kembali kelesuan industri musik Indonesia.
  • Para musisi lokal dapat fokus memproduksi musik dan tak perlu khawatir akan risiko target penjualan tak tercapai. Mereka pun dapat memperoleh dana langsung dari para pendukung setianya.
  • Dengan platform milik Kolase, para musisi lokal dapat menggalang dana untuk mendukung proyek terkait musik, seperti pembuatan album/video klip, tur, hingga penyelenggaraan konser.

button ulasan startup


Platform urun dana atau yang populer disebut crowdfunding belakangan menjadi alternatif metode pendanaan bisnis yang makin digemari di Indonesia. Lewat konsepnya yang identik dengan budaya gotong royong masyarakat Indonesia, platform urun dana diharapkan bisa mengatasi masalah terkait permodalan, seperti kebutuhan dana untuk merampungkan sebuah proyek di industri kreatif.

Tujuan seperti inilah yang kemudian mendorong terbentuknya Kolase, sebuah platform crowdfunding khusus bagi keperluan produksi musisi di Indonesia. Didirikan oleh PT Kirai Adiwarna Nusantara (KAWAN), Kolase bertujuan agar musisi lokal dapat kembali berkarya dengan memanfaatkan mekanisme urun dana.

Kolase | Screenshot

Melalui Kolase, para musisi berkesempatan memproduksi lima jenis proyek kreatif melalui jalur kampanye penggalangan dana online. Ada pun kelima jenis proyek tersebut antara lain:

  • Pembuatan album musik
  • Acara live/offline
  • Konser musik
  • Kegiatan sosial
  • Aktivitas tur

Cukup dengan mendaftarkan diri sebagai pengguna Kolase dan melengkapi data profil diri, kamu sudah bisa menggunakan platform ini untuk menggalang dana demi kegiatanmu yang terkait dengan industri kreatif.

Hendak meminimalkan dampak pembajakan musik

Sesuai namanya yang merupakan singkatan dari kata Kolaborasi dan Seni, Kolase merupakan buah kolaborasi antara beberapa pihak yang sebelumnya pernah bergerak di industri musik. Sejumlah pihak tersebut antara lain musisi, manajemen artis, perusahaan rekaman, hingga jurnalis musik.

Ide membuat platform ini muncul saat saya dan partner melihat problem di Industri musik Indonesia yang tidak terpecahkan hingga saat ini, yaitu pembajakan.

Raden Maulana,
CEO Kolase

Menurutnya, berkarya sebagai seorang musisi saat ini bukanlah hal yang mudah. Seorang musisi juga perlu mempertimbangkan hal lain seperti pemasaran di samping melakukan proses rekaman.

Segala proses di luar produksi musik membutuhkan dana tidak sedikit dan jelas sangat melelahkan. Belum lagi potensi keuntungan yang kemudian harus dipangkas oleh aksi pembajakan.

Kolase Founder | Photo

Dari hasil temuan Asosiasi industri Rekaman Indonesia (ASIRI), sejak tahun 2007, aksi pembajakan musik telah menguasai 95,7 persen pasar Indonesia. Pembajakan massal tersebut hanya menyisakan 4,3 persen pasar sebagai ceruk musik legal.

Hal tersebut jelas sangat merugikan bagi keberlangsungan industri musik di Indonesia. Dikutip dari sumber yang sama, Persatuan Artis Penyanyi Pencipta Lagu dan Pemusik Republik Indonesia (PAPPRI) pada tahun 2013 menyebutkan bahwa kerugian akibat pembajakan musik telah mencapai angka Rp4 triliun per tahun.

Risiko pemasaran karya yang tidak mencapai target kerap merugikan musisi. Dengan crowdfunding, semua permasalahan tersebut seharusnya bisa diatasi.

Raden Maulana,
CEO Kolase

Kerugian yang tinggi dari proses pembajakan tersebut merupakan salah satu hal yang membuat proses produksi album musik menjadi lesu. Keberadaan platform crowdsourcing semacam Kolase diharapkan bisa ikut menyelesaikan masalah pembajakan di Indonesia.

Kolase | Screenshot 2

Pengembangan dari ide lama

Raden menjelaskan bahwa ide pembuatan Kolase sudah tercetus sejak tahun 2014 silam. Awalnya ide tersebut dieksekusi dalam bentuk sebuah platform sejenis bernama Shook, yang kemudian menjadi basis bagi pengembangan Kolase di masa berikutnya.

Berdasarkan pengamatan Raden tiga tahun lalu, masyarakat Indonesia di saat itu masih belum siap menerima metode crowdfunding musik. Kondisi tersebut mendorong Raden untuk sejenak meninggalkan pengembangan platform ini untuk fokus menjadi distributor musik di gerai JNE.

Pada tahun 2017, situasi crowdfunding di Indonesia mengalami pertumbuhan yang positif. Raden bersama Dwi Santoso pun memutuskan untuk kembali membangun platform crowdfunding musik yang sempat mereka persiapkan dulu. Platform tersebut diubah namanya menjadi Kolase agar lebih mudah dikenali.

Kami berusaha memajukan industri musik Indonesia dengan mengubah sistem lama di industri yang sepertinya sudah tidak efektif, dan menggantinya dengan sistem baru yang lebih baik.

Raden Maulana,
CEO Kolase

Tidak hanya itu saja, pihaknya juga mengantongi dana pendanaan awal sebesar US$750 ribu (sekitar Rp10 miliar) untuk mengembangkan ide crowdfunding musik. Pada awal Februari 2018, platform Kolase secara resmi diperkenalkan sebagai platform crowdfunding khusus musik pertama di Indonesia.


Industri musik dan kampanye crowdfunding bukanlah hal baru dalam produksi sebuah karya seni di Indonesia. Sebelum Kolase diluncurkan, para musisi lokal sempat melirik platform crowdfunding lain seperti Wujudkan yang berhenti beroperasi pada tahun 2017 lalu.

Di samping itu, konsep urun dana untuk kegiatan konser musik sendiri sebelumnya juga telah dibidik startup lainnya, seperti Konserku yang sebelumnya dikenal dengan nama Konsaato.

Mengawali tahun 2018, Kolase berencana untuk fokus pada peningkatan traffic dan proses edukasi masyarakat seputar manfaat crowdfunding bagi industri musik Indonesia. Mereka pun berniat memberikan subsidi kepada seribu proyek kampanye pertama di Kolase, agar makin banyak masyarakat dapat ikut tergerak mendukung musisi pada platform crowdfunding itu.

(Diedit oleh Iqbal Kurniawan)

This post Kolase Hendak Lawan Pembajakan Musik dengan Platform Crowdfunding appeared first on Tech in Asia.

The post Kolase Hendak Lawan Pembajakan Musik dengan Platform Crowdfunding appeared first on Tech in Asia Indonesia.

Source: Inspirasi

Back To Top