3 Strategi Tanamduit untuk Bersaing dengan Platform Reksa Dana Lain
Pada akhir 2017 lalu, bisnis jual beli reksa dana online di tanah air kedatangan startup pendatang baru bernama tanamduit. Startup ini didirikan oleh tiga orang yang berpengalaman membangun platform reksa dana untuk beberapa bank, yakni Indra Suryawan, Rini Hapsari, dan Ferry Aprilianto, saat masih bekerja di Jatis. Turut bergabung bersama mereka mantan Presiden Direktur Mandiri Manajemen Investasi, Muhammad Hanif.
Sekitar enam bulan berselang, tanamduit kini mengklaim telah mempunyai sekitar 1.400 pengguna yang telah menginvestasikan uang senilai hampir Rp10 miliar untuk berbagai produk reksa dana. Untuk beroperasi, startup ini mengaku masih mengandalkan dana pribadi para founder dan beberapa angel investor.
Sebagai “anak baru” di bisnis reksa dana, tanamduit memiliki sejumlah strategi untuk bersaing dengan para pemain yang lain. Berikut adalah tiga di antaranya.
Fokus kepada kaum millennial
Di Indonesia telah ada beberapa layanan jual beli reksa dana secara online. Sebagian di antaranya dibuat oleh perusahaan pengelola reksa dana alias Manajer Investasi (MI) yang ingin memanjakan nasabah mereka. Contohnya adalah Mandiri Investasi yang membuat Moinves, Trimegah Asset Management yang membuat iTram, serta Manulife Asset Management yang menghadirkan KlikMAMI.
Sedangkan sebagian yang lain merupakan perusahaan pihak ketiga yang menjadi agregator dan bisa menjual produk dari berbagai MI. Beberapa di antaranya adalah Bareksa, Indo Premier, dan Bibitnomic.
Tanamduit mengaku tidak ingin menjadi “supermarket” yang menjual ratusan produk reksa dana.
Tanamduit masuk ke kategori kedua. Namun, berbeda dengan platform lain seperti Bareksa dan Indo Premier, tanamduit mengaku tidak ingin menjadi “supermarket” yang menjual ratusan produk reksa dana.
Alasan itu membuat tanamduit hingga saat ini baru menghadirkan 12 produk dari 5 Manajer Investasi (MI). Ke depannya, mereka hanya berniat menambah jumlah MI dari 5 menjadi 12 perusahaan.
Banyaknya produk memang membuat banyak pilihan. Tapi bagi pengguna yang relatif baru, justru akan menjadi bingung.
Keputusan ini diambil berdasarkan pengalaman para founder membuat platform reksa dana untuk perbankan. Menurut pandangan mereka, platform tersebut cenderung menargetkan para pengguna yang telah berpengalaman dengan reksa dana, seperti para nasabah prioritas dari bank-bank tersebut.
“Hampir tidak ada yang menargetkan kalangan millennial dan menengah ke bawah. Itulah mengapa kami menghadirkan produk yang tidak terlalu banyak, agar pengguna tidak terlalu bingung memilih, serta platform yang mudah dan nyaman digunakan,” tutur Rini.
Untuk itu, tanamduit kini telah meluncurkan aplikasi mobile untuk platform Android. Dalam pembuatannya, mereka mengaku sampai harus menggandeng konsultan UI/UX dan membuat ratusan rancangan desain, demi membuat aplikasi yang mudah digunakan oleh para millennial.
Gandeng komunitas dan e-commerce dengan pengguna banyak
Untuk meningkatkan jumlah pengguna, tanamduit berniat lebih banyak menggandeng komunitas dan perusahaan lain. Hal ini telah mereka mulai lewat kerja sama dengan Nahdlatul Ulama (NU) dan koperasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Para anggota NU dan koperasi OJK kini sudah bisa berinvestasi di reksa dana dengan platform yang disediakan tanamduit.
Cara ini memudahkan kami untuk bisa menggaet banyak pengguna dalam waktu yang cepat.
Mereka pun mengaku tengah menjalin diskusi dengan beberapa e-commerce yang mempunyai banyak pengguna seperti Bukalapak dan Tokopedia. Sebelumnya, kedua e-commerce tersebut juga sudah bekerja sama dengan Bareksa untuk menghadirkan layanan jual beli reksa dana.
Tak hanya menghadirkan layanan untuk konsumen individu, tanamduit juga berencana untuk menghadirkan software khusus untuk pengguna dari kalangan perusahaan. “Namun hal tersebut belum menjadi fokus kami, dan mungkin baru akan terealisasi pada akhir tahun 2018 ini,” ujar Rini.
Tidak ingin berhenti hanya di bisnis reksa dana
Berbeda dengan sektor fintech lain seperti P2P lending yang seperti kebanjiran pemain, baru sedikit startup yang mencoba peruntungan di bidang reksa dana. Menurut Hanif, hal tersebut lebih disebabkan karena bisnis reksa dana masih dianggap kurang seksi.
Pada tahun 2017, jumlah uang yang bisa dihimpun reksa dana naik menjadi Rp459,6 triliun dari angka Rp339,7 triliun pada tahun sebelumnya. Sayangnya, para nasabah reksa dana masih didominasi oleh nasabah prioritas bank yang berjumlah tidak begitu banyak. Secara total, hanya ada sekitar 500.000 rekening reksa dana di tanah air.
“Ketika menjadi Agen Penjual Efek Reksa Dana (APERD), kami hanya bisa mendapatkan pemasukan dari dua sumber, yaitu biaya transaksi dari pengguna dan management fee dari MI,” jelas Hanif. “Beberapa penjual reksa dana, termasuk kami, memilih untuk menggratiskan biaya transaksi demi bisa bersaing dengan pemain lain.”
Menurut Hanif, masa depan platform fintech, baik yang menjual reksa dana, P2P lending, atau Surat Utang Negara, berpotensi menjadi platform wealth management. Tiap pemain bisa menambahkan jenis produk investasi yang ditawarkan dalam platform masing-masing.
Karena itu ia tidak menampik kemungkinan bahwa nantinya tanamduit juga akan menambahkan produk-produk lain. “Ujungnya nanti akan sama. Bedanya mereka memulai dengan P2P lending, sedangkan kami dari reksa dana,” pungkas Hanif.
(Diedit oleh Iqbal Kurniawan)
This post 3 Strategi Tanamduit untuk Bersaing dengan Platform Reksa Dana Lain appeared first on Tech in Asia.
The post 3 Strategi Tanamduit untuk Bersaing dengan Platform Reksa Dana Lain appeared first on Tech in Asia Indonesia.
Source: Inspirasi