3 Tren Penting dalam Perkembangan Layanan Pembayaran Mobile di Indonesia
Tahun 2018 akan menjadi saat yang menarik bagi perkembangan layanan pembayaran mobile di Indonesia. Hal ini ditunjukkan dengan ekspansi agresif GO-JEK yang tak hanya memungkinkan penggunaan GO-PAY untuk transaksi di dalam aplikasi mereka, tapi juga melakukan transaksi di berbagai merchant offline.
Langkah ini sepertinya segera diikuti oleh Grab. Mereka tengah mempersiapkan fitur GrabPay miliknya sebagai alat pembayaran di berbagai merchant offline di Singapura.
Nilai bisnis pembayaran mobile di Indonesia diprediksi akan mencapai angka Rp459 triliun pada tahun 2020.
Selain kedua startup unicorn tersebut, perusahaan lain seperti TCASH, OVO, dan Paypro pun tidak bisa dianggap enteng. Semuanya seolah berlomba menggaet sebanyak mungkin pengguna dan menawarkan sebanyak mungkin cara bertransaksi dengan aplikasi masing-masing.
Pada awal 2018, perusahaan modal ventura milik Telkom Group yang bernama MDI Ventures bersama Mandiri Sekuritas membuat laporan seputar perkembangan layanan pembayaran mobile. Menurut mereka, nilai bisnis pembayaran mobile di Indonesia diprediksi akan mencapai angka Rp459 triliun pada tahun 2020.
Berikut adalah beberapa hal menarik yang mereka sampaikan dalam laporan tersebut.
Uang elektronik berbasis server mengejar teknologi cip
Sejak 2007, perusahaan telekomunikasi seperti Telkomsel dan Indosat telah membuat layanan pembayaran TCASH dan Dompetku dengan teknologi USSD (Unstructured Supplementary Service Data). Para pengguna dua layanan tersebut perlu mengetik pesan dengan format tertentu dan mengirimkannya lewat SMS. Sayangnya, teknologi tersebut tidak bisa tumbuh dengan maksimal.
Di saat yang relatif sama, para bank besar di tanah air pun membuat layanan pembayaran digital dengan kartu, atau yang biasa dikenal dengan istilah berbasis cip. Flazz milik BCA, e-Money milik Bank Mandiri, dan Brizzi milik BRI merupakan beberapa contoh layanan yang menggunakan teknologi ini.
Nilai transaksi uang elektronik berbasis cip menguasai sekitar tujuh puluh persen dari total transaksi e-money di Indonesia pada tahun 2017.
Dibanding teknologi USSD, penggunaan layanan uang elektronik berbasis cip sangatlah mudah. Pengguna hanya perlu menempelkan kartu di alat pemindai, dan saldo uang elektronik pun akan langsung terpotong. Hal tersebut membuat penggunaan teknologi berbasis cip menjadi sangat efektif, terutama di gerbang tol, stasiun, hingga di halte bus TransJakarta.
Meski begitu, layanan uang elektronik berbasis server yang memanfaatkan aplikasi mobile kini tidak bisa dipandang sebelah mata lagi. Menurut laporan MDI Ventures, GO-PAY yang baru diluncurkan pada tahun 2016 telah memiliki Gross Transaction Volume (GTV) lebih tinggi dibanding TCASH atau Mandiri e-Cash.
“Perpaduan antara layanan pembayaran nontunai dari GO-JEK dengan layanan lain seperti transportasi dan pengataran makanan yang mereka miliki, terbukti merupakan kombinasi yang kuat dan relevan dengan kehidupan masyarakat sehari-hari.”
Layanan pembayaran berbasis mobile bahkan bisa bertambah besar apabila bisa melayani pembayaran di gerbang tol, stasiun pengisian bahan bakar umum, kereta api, serta halte bus TransJakarta di kemudian hari. MDI Ventures juga menyoroti potensi layanan pembayaran mobile untuk memudahkan pembayaran di pedagang kaki lima dan toko kelontong yang selama ini belum terlalu terjamah.
“Menurut riset yang dilakukan Mandiri Sekuritas, bisnis makanan non-restoran, transportasi, dan komunikasi, menguasai sekitar 60 persen pengeluaran rumah tangga di Indonesia,” tulis laporan tersebut.
Fitur kode QR jadi idola
Salah satu hal yang menjadi pendorong popularitas e-money berbasis mobile dibanding berbasis cip adalah penggunaan teknologi kode QR yang secara infrastruktur lebih murah.
Solusi QR Code hanya perlu menempelkan stiker di lokasi merchant.
Salah satu contoh sukses dari pemanfaatan kode QR adalah bagaimana bisnis pembayaran mobile di Cina menembus angka US$5,5 triliun (sekitar Rp72,6 kuadriliun) pada tahun 2016. Salah satu penyebabnya adalah penerapan teknologi kode QR oleh Alipay dan Tencent Pay yang pada awal 2018 menguasai sekitar sembilan puluh persen bisnis pembayaran mobile di negari tirai bambu.
Sadar akan potensi dari teknologi kode QR, Bank Indonesia telah mewajibkan setiap penyelenggara layanan yang menggunakan teknologi tersebut untuk melaporkan diri. Kewajiban tersebut mirip dengan apa yang dilakukan bank sentral Cina demi keperluan standardisasi dan perlindungan konsumen.
Penerapan big data
Seiring dengan perkembangan layanan pembayaran mobile yang semakin cepat, MDI Ventures dan Mandiri Sekuritas menekankan pentingnya penerapan big data. Ketersediaan data yang luas berguna untuk beberapa hal berikut:
- Mendeteksi penipuan
- Menentukan tingkat risiko dari sebuah transaksi
- Membantu merchant menganalisis konsumen mereka
- Menghasilkan credit scoring yang bisa digunakan oleh pihak lain
(Diedit oleh Iqbal Kurniawan)
This post 3 Tren Penting dalam Perkembangan Layanan Pembayaran Mobile di Indonesia appeared first on Tech in Asia.
The post 3 Tren Penting dalam Perkembangan Layanan Pembayaran Mobile di Indonesia appeared first on Tech in Asia Indonesia.
Source: Inspirasi