[Opini] 3 Alasan Mengapa Entrepreneur Harus Meninggalkan Marketplace Online
Dari sudut pandang para entrepreneur, memulai bisnis di marketplace online mungkin merupakan sebuah langkah cerdas. Antarmuka yang mudah digunakan, serta platform multifungsional dari segi pembayaran hingga logistik telah membuat marketplace terlihat sangat menjanjikan.
Di balik segala kepraktisan yang disuguhkan, marketplace juga telah menjadi tempat perlabuhan ribuan pembeli online. Pada Tokopedia contohnya, SimilarWeb mencatat marketplace online tersebut setidaknya telah dikunjungi 154 juta kali pada Agustus 2018. Angka yang sangat dramatis, bukan?
Berdasarkan pada prospek jangka panjang dari sebuah bisnis online, marketplace bukan lagi tempat yang tepat untuk meneruskan bisnis.
Namun, sebagian pebisnis online kini mulai menyadari bahwa strategi pemasaran melalui marketplace bukan merupakan solusi total dari bisnis mereka. Berdasarkan pada prospek jangka panjang dari sebuah bisnis online, marketplace bukan lagi tempat yang tepat untuk meneruskan bisnis.
Di balik keunggulan marketplace online yang tengah hangat dibincangkan para pebisnis, pada kesempatan kali ini saya ingin membagikan fakta kritis lain yang patut dipertimbangkan oleh para entrepreneur, beserta alasan di balik mengapa mereka harus menghindari marketplace sebisa mungkin.
Kompetisi harga
Keunggulan marketplace di mata pembeli mungkin justru akan menjadi bencana di mata penjual. Desain antarmuka yang ramah pembeli mungkin tidak ramah lagi bagi para penjual.
Marketplace pada umumnya mengandalkan kategori produk untuk membantu para pengunjung menemukan barang yang mereka cari dalam waktu singkat. Namun mekanisme ini dalam perspektif lain juga akan mengaktifkan kompetisi harga antara sesama penjual.
Jika hal ini diteruskan maka akan mengakibatkan penurunan pada margin produk.
Setiap kali pengunjung melakukan pencarian, ia akan disuguhkan dengan variasi barang substitusi lainnya dengan variasi harga berbeda-beda. Harga produk yang lebih murah tentunya akan semakin menarik bagi konsumen.
Contohnya pada pencarian “casing Samsung Galaxy Note 9” di bawah, kita dapat melihat terdapat ribuan produk yang sama dengan variasi harga berbeda-beda. Jika hanya dapat melihat referensi dari foto yang terpampang, casing seharga Rp60.000 tidak kalah menarik dengan yang seharga Rp299.000. Jika saya adalah pembeli, saya jelas akan memilih produk yang tersajikan dengan harga yang lebih murah.
Jika produk yang dijual bukan merupakan produk unik, pemasaran melalui marketplace justru akan memasukkan produk milikmu dalam kompetisi harga yang lebih sengit. Jika hal ini diteruskan maka akan mengakibatkan penurunan pada margin produk.
Yang lebih mengerikan lagi, pertarungan harga ini tak akan berhenti sejak makin banyak barang buatan Cina masuk ke pasar lokal. Sangat mustahil untuk bertarung dengan produk asal Cina, apalagi dalam kategori harga.
Produktivitas para produsen asal Cina yang tinggi membuat produk mereka dapat dengan mudah mengalahkan pesaing lokal dengan harga yang lebih murah, dengan kualitas sama atau bahkan lebih baik.
Produsen asal Cina merupakan kompetitor terburuk. Kita tidak akan pernah bisa bersaing dengan adil.
Para entrepreneur tentunya perlu berpikir dua kali sebelum memilih jalur pemasaran produk mereka. Sebisa mungkin hindari kompetisi dengan produk asal Cina, apalagi jika produknya tidak memiliki keunggulan yang menonjol.
Pengumpulan data
Pengelolaan data yang tepat akan sangat berguna bagi penyusunan strategi bisnis ke depan. Pemasaran melalui marketplace berpotensi membuat para pebisnis kehilangan kesempatan untuk mendapatkan data tentang pelanggan.
Mereka juga kehilangan kesempatan mengupas lebih lanjut insight dari konsumen. Sangat bertolak belakang dengan situs web e-commerce milik pribadi yang memberikan akses yang luas pada segala data yang dibutuhkan.
Beberapa metrik umum, seperti bounce rate atau average page duration yang dapat ditemui pada Google Analytics atau tool digital tracking lain, tidak dapat ditemukan dalam laporan marketplace pada umumnya. Para penjual biasanya hanya dapat mengevaluasi data perkembangan toko online masing-masing dari:
- Jumlah transaksi tercatat,
- Data lain yang kurang relevan, serta tidak mencerminkan keadaaan pasar secara keseluruhan.
Masalah ini akan terus berkembang secara signifikan ketika para entrepreneur memiliki lebih banyak pelanggan. Hal ini menyebabkan mereka mudah kehilangan arah akan pertumbuhan perusahaan, serta berdampak pada pengambilan strategi yang salah.
Pengembangan usaha (scalability)
Pemasaran toko online melalui marketplace mungkin sesuai bagi penjual yang baru saja memulai usahanya. Berbagai manfaat baik dari segi logistik dan pengelolaan situs web telah banyak memberi kemudahan pada mereka yang baru saja memulai usaha online.
Namun, jika para entrepreneur tersebut memiliki visi yang lebih jauh mengenai perkembangan usahanya, marketplace tentu saja bukan dermaga tempat mereka berlabuh. Terdapat berbagai batasan yang akan menghambat pertumbuhan usaha, termasuk dua poin yang telah dijabarkan di atas. Kombinasi dari kedua hal ini saja dapat menghambat pertumbuhan ke depan.
Meskipun pertumbuhan pesat tampak muncul pada periode awal, namun hasil pengamatan Tagtoo terhadap e-commerce di Asia Tenggara memprediksi kebanyakan toko online tersebut akan mengalami kemunduran perlahan-lahan di waktu yang akan datang.
“Hal ini merupakan efek samping dari marketplace yang tidak dapat dihindari,” tambah Edison. “Periode stagnan adalah proses yang akan ditemukan oleh setiap pebisnis. Ini telah menjelaskan mengapa beberapa pebisnis yang telah sukses di marketplace akhirnya berbelok untuk mendirikan situs e-commerce sendiri.”
Life8, sebuah brand sepatu kulit asal Taiwan, merupakan salah satu toko online yang pindah dari marketplace menuju situs e-commerce. Pertumbuhan yang begitu pesat setelah itu telah membuat Life8 memiliki sebelas gerai offline di Taiwan. Mereka juga telah berekspansi ke beberapa negara di Asia, salah satunya adalah Indonesia.
Fenomena ini telah banyak diamati pada negara-negara yang telah memiliki e-commerce tahap matang seperti Amerika Serikat, Jepang, dan Taiwan. Sejarah ini tanpa dipungkiri lagi dapat terulang kembali di Indonesia.
Rasio pertumbuhan atau growth rate merupakan kunci indikator dari potensi sebuah bisnis. Dengan scalability terbatas pada marketplace, pebisnis online yang telah bertahan pada fase awal kini harus mempertimbangkan dengan serius entah untuk bertahan atau meninggalkan marketplace di kemudian hari.
Marketplace dan e-commerce sama-sama memiliki kelebihan dan kekurangannya. Pebisnis tidak dapat mempertahankan marketplace hanya karena mendapat testimoni yang lebih baik dari toko online lain. Endorsement mengenai marketplace juga bukan merupakan kebenaran yang mutlak.
Menjalankan e-commerce memang akan lebih sulit dibanding membuka lapak dalam marketplace. Namun, ketekunan dan kerja keras akan menginvestasikan hasil yang lebih dalam periode yang panjang dan akan menjadi keputusan yang tepat yang pernah kamu buat.
(Artikel ini pertama kali dipublikasikan di blog resmi Tagtoo dalam bahasa Inggris. Isi di dalamnya telah diterjemahkan dan dimodifikasi sesuai dengan standar editorial Tech in Asia Indonesia. Diedit oleh Iqbal Kurniawan)
This post [Opini] 3 Alasan Mengapa Entrepreneur Harus Meninggalkan Marketplace Online appeared first on Tech in Asia.
The post [Opini] 3 Alasan Mengapa Entrepreneur Harus Meninggalkan Marketplace Online appeared first on Tech in Asia Indonesia.
Source: Inspirasi