Kisah Muslim Pro Jadi Aplikasi Favorit Umat Islam dengan Biaya Pemasaran Nol
Sepuluh tahun lalu, gerbang menuju dunia digital terbuka lebar saat Apple resmi meluncurkan App Store pada 2008. Platform ini memberikan jalan baru bagi para developer software untuk menghasilkan uang dan mendistribusikan hasil kerja mereka ke masyarakat global.
Di antara ratusan programmer yang langsung bergabung dengan euforia digital ini adalah developer iOS bernama Erwan Macé dan tim kecilnya yang beranggotakan tiga orang.
Dua tahun setelah App Store dirilis, perusahaan Macé bernama Bitsmedia membuat terobosan. Aplikasi yang mereka rilis saat itu kini jadi aplikasi terpopuler dan paling banyak diunduh di komunitas muslim. Mereka menamainya Muslim Pro.
Awal penentu karier
Bertahun-tahun sebelum Muslim Pro berkembang, Macé mempertahankan kariernya di dunia pengembangan aplikasi. Selama lebih dari dua puluh tahun ia menduduki jabatan-jabatan senior di perusahaan-perusahaan seperti Alcatel, Akamai, dan Google.
Muslim Pro pada awalnya bukan fokus utama Bitsmedia. Sebaliknya, Macé dan timnya membangun aplikasi-aplikasi untuk para klien level papan atas seperti Universal Music, Singapore Telecom, dan Vivendi.
Meski bisnisnya berjalan lancar, Macé tahu agar keahlian timnya tidak stagnan, mereka tidak boleh berpuas diri.
“Di sela-sela mengerjakan proyek-proyek klien dan perusahaan, kami juga selalu mencoba ide-ide untuk mengembangkan aplikasi sendiri. Sementara proyek dari para klien berguna untuk membayar tagihan-tagihan kami, proyek sampingan yang lebih kecil ini membuat semangat kami tetap tinggi.”
Baru pada Agustus 2010, sekitar satu tahun setelah Bitsmedia berdiri, mereka mulai menuju kesuksesan.
Bitsmedia mengamati Indonesia, karena Macé percaya negara itu akan menjadi tambah emas internet seluler berikutnya. Ia sadar bahwa Indonesia adalah negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia. Jumlahnya mencapai 12,7 persen dari populasi muslim di dunia, sekitar 225 juta orang.
Macé kemudian bertanya-tanya apakah ada kebutuhan muslim Indonesia yang belum terpenuhi. Saat itu bulan Ramadan sedang berlangsung, dan rasa ingin tahu Macé membantunya menyadari beberapa hal.
Ia sadar bahwa selama Ramadan, teman-temannya yang beragama Islam selalu menanyakan waktu sahur dan berbuka puasa. Waktu puasa tergantung pada posisi matahari, sehingga sebagian besar muslim mencari tahu waktu yang tepat melalui masjid setempat, radio, atau surat kabar.
Pengamatan ini membuat Macé berpikir, adakah cara lebih mudah untuk melacak jadwal yang berubah-ubah ini hanya dalam satu aplikasi? Bitsmedia mulai mengembangkan ide ini, dan akhirnya menciptakan fitur untuk memberi informasi waktu salat. Namun, Macé justru melihat peluang untuk meningkatkan fitur ini.
“Waktu awal dan akhir puasa hanya 2 dari 5 waktu salat. Jadi, kami pikir, daripada membangun aplikasi yang hanya dipakai selama Ramadan, kenapa tidak membuat aplikasi yang bisa menginformasikan waktu salat lima kali sehari sepanjang tahun?”
Dari Indonesia ke Barat
Bitsmedia merilis aplikasi buatan mereka secara global tak lama kemudian. Yang mengejutkan Macé dan timnya, respons masyarakat Indonesia justru tidak terdengar. Setelah mengevaluasi, mereka menyadari bahwa meski Indonesia adalah negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia, saat itu penduduknya hampir tidak ada yang memiliki smartphone.
Meski harapan awal pupus, mereka justru menemukan bahwa aplikasi tersebut disambut hangat di negara-negara Barat, di mana penetrasi iPhone melonjak. Negara-negara seperti Amerika Serikat, Inggris, dan Perancis berperan besar dalam popularitas awal Muslim Pro, karena umat muslim pada negara-negara tersebut relatif besar.
Berkat sedikit problem dan keberuntungan, Bitsmedia menemukan pasar khusus minoritas muslim di negara-negara Barat. Itu adalah pasar yang belum terjamah oleh startup mana pun dulu.
Pemasaran tanpa modal
Tahun berikutnya, Bitsmedia merilis aplikasi buatannya untuk platform Android. Setelah itu, penggunaan Muslim Pro mulai meningkat di negara-negara berkembang seperti Indonesia, Malaysia, dan India. Pada Juli 2012, kira-kira dua tahun setelah versi pertama aplikasi iOS dirilis, Muslim Pro telah diunduh sebanyak 1-2 juta kali.
Pada titik inilah Macé dan timnya memutar arah, fokus penuh pada Muslim Pro. Karena sangat bermanfaat untuk ceruk pasar itu, jumlah unduhan Muslim Pro tumbuh secara organik selama lima tahun pertama. Pada 2015, jumlah unduhan aplikasi ini telah mencapai angka 20 juta.
“Kami tidak mengeluarkan modal sepeser pun untuk pemasaran. Pada dasarnya, itu murni karena proses optimasi untuk App Store dan dibicarakan banyak orang. Kami mendorong para pengguna untuk membagikan aplikasi ini kepada teman-temannya. Di satu sisi, Muslim Pro merupakan marketing itu sendiri.”
Seiring popularitas Muslim Pro kian meningkat, banyak pesaing mulai bermunculan. Akhirnya Bitsmedia menginvestasikan sedikit uang untuk biaya pemasaran dari tahun 2016 dan seterusnya, sehingga aplikasi ini bisa tetap unggul dan kredibel.
“Kami mendapatkan banyak kredibilitas selama bertahun-tahun. Itu sangat sulit ditandingi pesaing baru,” ungkap Macé. “Tidak peduli berapa banyak biaya yang mereka habiskan untuk pemasaran, mendapatkan nama dan kredibilitas itu tidak mudah. Keduanya didapat seiring waktu, dan di sinilah keunggulan kami.”
Mencari mitra untuk menuju level selanjutnya
Jumlah unduhan Muslim Pro akhirnya berlipat ganda. Pada 2017, jumlahnya mencapai 45 juta unduhan.
Bisnis perusahaan berkembang pesat. Tetapi cita-cita untuk mengubah Muslim Pro menjadi platform multiguna bagi umat muslim di dunia membuat Macé sadar bahwa ia harus mencari bantuan. Ia pun mulai mencari calon-calon investor.
Pada Juli 2017, Macé menjual sebagian besar saham Bitsmedia ke CMIA Capital Partner di Singapura dan Bintang Capital Partners of Affin Hwang Asset Management dari Malaysia seharga delapan digit dolar AS.
“Jika diingat-ingat, kami bersyukur tidak mencari pendanaan sebelum transaksi ini,” kenang Macé. “Makin lambat kamu mencari pendanaan, makin kecil dilusi kepemilikan perusahaan yang kamu alami.”
“Saat kamu melakukan exit, kamu bisa merasa lebih bahagia karena kamu tidak merelakan terlalu banyak kepemilikan perusahaan di awal.”
Mencari dan menanti tawaran yang tepat juga merupakan keputusan yang membuat ia senang. “Kami harus bicara ke minimal lima belas atau lebih calon pembeli. Ini membuat negosiasi kami lebih unggul saat berdiskusi, karena tidak memohon seseorang untuk membeli.
“Sebaliknya, kami bisa mengubah situasi dan mendapatkan pembeli yang benar-benar tertarik dalam semacam proses lelang.”
Namun, memilih mitra tidak sekadar masalah uang. “Sangat penting bagi kami untuk merasa bahwa mitra kami akan membagikan visi yang sama. Ini seperti menemukan mitra bisnis atau co-founder.
“Kami akhirnya memilih dua perusahaan yang paling membuat bersemangat menjalin kerja sama. Kami sangat terhubung dengan orang-orang di kedua perusahaan itu, baik secara pribadi maupun profesional. Kami senang bekerja dan rapat bersama. Saya pikir itu sangat penting. Kamu benar-benar butuh sinergi.”
Macé tetap menjadi pemegang saham di perusahaan. Sekarang ia tidak lagi menulis program sendiri. Timnya kini berisi dua puluh orang. Bitsmedia baru-baru ini membuka kantor regionalnya di Kuala Lumpur 6 bulan lalu, dan di Jakarta 2 bulan lalu.
Bukan sekadar agama
Menghasilkan laba bersih miliaran rupiah per tahun, Bitsmedia memusatkan perhatian pada tujuannya untuk menyediakan aplikasi yang mencakup segalanya bagi umat muslim.
Walau agama tetap akan menjadi pilar aplikasi itu, perusahaan berharap mampu mengatasi kebutuhan gaya hidup yang lebih luas seperti perjalanan, media, makanan, dan e-commerce.
Bulan lalu, ia menguji daftar makanan halal. Meski Bitsmedia belum menetapkan tanggal perilisan yang pasti, mereka berencana merilisnya untuk pasar global pada 2019. Saat ini, Muslim Pro memiliki 2-3 juta pengguna aktif per hari. Pasar-pasar teratasnya adalah Indonesia, AS, Perancis, Malaysia, dan India.
Pasar Asia Tenggara dan Asia Timur menjadi yang paling berkembang. Muslim Pro mendapatkan 1 juta unduhan tiap bulan, yang sebagian besar didapat dengan organik.
Dalam hal monetisasi, 90 persen pendapatan Muslim Pro umumnya berasal dari iklan, sisanya dari langganan premium. Bitsmedia juga menggunakan e-commerce dan dompet digital untuk menghasilkan uang.
Sebagai pendukung kebijakan privasi data, Macé mengatakan bahwa perusahaan tidak akan pernah memonetisasi data pengguna. Terutama yang berhubungan dengan pilihan agama.
Developer perlu menetapkan pilihan
Meski Muslim Pro pada awalnya berasal dari iOS, data menunjukkan bahwa dua pertiga pengguna mereka menggunakan platform Android. Namun pendapatan aplikasi terbagi di antara dua platform tersebut.
Meski tingkat penggunaan Android di negara-negara berkembang lebih tinggi, biaya per tayangan dan harga berlangganan per bulan lebih rendah daripada negara-negara maju. Selain itu, tingkat konversi pengguna, dari pengguna aplikasi gratis menjadi berbayar, lebih rendah di negara-negara berkembang.
Baik iOS atau Android, keputusan utama bagi setiap developer adalah mengetahui rute mana yang harus diambil. “Tetapkan pilihan. Jika kamu developer iOS, maka investasikan semua waktumu untuk mengembangkan aplikasi iOS yang menawan. Carilah developer lain yang bisa kamu percaya untuk mengembangkan aplikasi Android berkualitas sama seperti yang kamu kembangkan.”
Yang penting bukanlah sistem operasi mana yang dipakai, tetapi tetap pada jalur yang dipilih dan jadi ahli di sana. Setelah berhasil, hal berikutnya yang harus diingat adalah menulis kode yang aman dan bisa dikembangkan.
“Jika aplikasi itu menjadi populer, pastikan kinerja aplikasi itu bisa berkembang, terutama di sisi server. Menulis program untuk 10 orang sangat berbeda dengan menulis program untuk 10 juta orang.”
Macé sadar bahwa kasus seperti itu jarang terjadi. Gabungan antara kerja keras, penetapan waktu, dan keberuntungan berperan besar dalam pertumbuhan fenomenal Muslim Pro.
App Store sekarang juga tak lagi sama seperti sepuluh tahun lalu. Saat ini, ada lebih dari 2 juta aplikasi pesaing yang berbeda, dan masih terus berkembang.
Meski prospek bisnis aplikasi mungkin tampak suram bagi para calon pengusaha, Macé yakin peluang masih selalu ada.
“Jika orang-orang ingin membuat aplikasi hanya karena mereka pikir ini cara terbaik untuk sukses, saya lebih baik menjadi pedagang, bankir, atau dokter bedah saraf. Mereka mungkin akan menghasilkan uang, dan lebih berpeluang stabil.
“Tetapi jika kamu sangat senang coding, lanjutkan! Para developer terbaik adalah yang suka menulis kode di waktu luang.”
Dengan begitu banyak dinamika di dunia teknologi yang terjadi setiap hari, mungkin sulit menjaga pikiran agar tetap fokus. Namun, Macé tetap menaruh harapan pada para developer.
“Teknologi smartphone mungkin telah mencapai puncaknya. Banyak kerja keras yang dibutuhkan untuk menciptakan komputer kecil yang pas di sakumu.
“Tetapi kreativitas developer tak ada batasnya. Dari sudut pandang hardware, evolusi smartphone mungkin melambat. Tetapi ini membuat lebih banyak peluang dan tanggung jawab bagi developer untuk menghasilkan fitur-fitur baru di sisi software.”
Ia pun menambahkan, “Sejujurnya saya pikir peluang besar aplikasi masih tersedia hingga bertahun-tahun mendatang. Kekuatan komputasi dalam smartphone modern cukup luar biasa.
“Kita semakin melihat kemampuan dasar AI yang bisa dijalankan di ponsel itu sendiri. Chipset pada ponsel menjadi cukup kuat. Jadi, kesemua ini membuka peluang-peluang baru bagi para developer.”
(Artikel ini pertama kali dipublikasikan dalam bahasa Inggris. Isi di dalamnya telah diterjemahkan dan dimodifikasi oleh Sari Rachmatika sesuai dengan standar editorial Tech in Asia Indonesia. Diedit oleh Iqbal Kurniawan)
This post Kisah Muslim Pro Jadi Aplikasi Favorit Umat Islam dengan Biaya Pemasaran Nol appeared first on Tech in Asia.
The post Kisah Muslim Pro Jadi Aplikasi Favorit Umat Islam dengan Biaya Pemasaran Nol appeared first on Tech in Asia Indonesia.
Source: Inspirasi