Bagaimana Perkembangan Startup di Indonesia Pada Tahun 2018 Menurut Para Investor?
Ikhtisar
- Dari tiga startup di Indonesia yang meraih predikat unicorn, GO-JEK, Tokopedia, dan Traveloka (GTT), para VC memprediksi di tahun 2018 tidak akan ada startup unicorn dari tanah air.
- Kekurangan developer berkualitas masih menjadi salah satu isu bagi startup tanah air untuk bisa menjadi unicorn.
- Salah satu cara untuk bisa mengikuti kesuksesan GTT adalah dengan banyak-banyak belajar dari Cina.
Hingga saat ini, telah ada tiga startup tanah air yang berhasil menjadi unicorn, alias mempunyai valuasi di atas US$1 miliar (Rp13,5 triliun). Mereka adalah GO-JEK, Tokopedia, dan Traveloka, atau yang dikenal dengan istilah GTT. Pertanyaannya, bagaimana perkembangan startup tanah air di tahun 2018 nanti? Adakah startup yang akan bergabung dengan ketiga startup tersebut dan menjadi unicorn?
Sayangnya menurut Managing Partner dari East Ventures Willson Cuaca, tidak akan ada startup yang mendapat predikat unicorn pada tahun depan. “Ada gap yang cukup besar antara startup besar tersebut dengan para startup menengah di Indonesia,” ujarnya.
Vice President dari Sequoia Capital Pieter Kemps, juga berpendapat bahwa para startup tanah air masih butuh waktu untuk mengejar GO-JEK, Tokopedia, dan Traveloka. Namun hal ini bukan berarti perkembangan startup tanah air tengah “kering”.
Kita telah melihat gelombang pertama dari para startup yang berasal dari bisnis marketplace, transportasi, dan travel. Mereka telah mencuat ke permukaan dan sangat dominan saat ini. Namun banyak hal menarik yang akan terjadi setelah ini, akan ada gelombang kedua yang siap datang
Menurut Kemps, hal ini sejalan dengan perkembangan startup yang terjadi di Cina. Sebelumnya, negara tirai bambu tersebut hanya mempunyai tiga startup yang begitu terkenal, yaitu Baidu, Alibaba, dan Tencent. Namun kini telah muncul para startup lain dengan valuasi di atas Rp135 triliun, seperti Toutiao, Meituan, dan Didi Chuxing.
Indonesia sendiri merupakan negara dengan banyak sekali masalah dan aktivitas yang kurang efisien, yang menanti untuk diselesaikan. Bisnis e-commerce yang saat ini telah begitu marak saja baru menguasai sekitar dua persen dari total transaksi retail.
“Ada sangat banyak hal yang salah di negeri ini, banyak masalah yang bisa diselesaikan,” tutur Willson.
Masalah kurangnya developer di Indonesia
Namun sebelum masuk ke gelombang atau siklus kedua, ekosistem startup di tanah air masih harus mengatasi salah satu masalah terbesar mereka, yaitu kurangnya developer lokal yang berkualitas. Baik Willson maupun Kemps pun mengamini masalah ini.
“Saya bisa katakan kualitas developer di Cina kini telah setara dengan Amerika Serikat, berbeda dengan kondisi di masa lalu. Banyaknya perusahaan yang ada, besarnya operasional mereka, serta semakin rumitnya masalah yang ingin mereka selesaikan, mengharuskan banyak inovasi. Di sini, hal tersebut masih merupakan tantangan,” jelas Kemps.
“Kami telah berbincang dengan para startup, baik yang besar maupun yang kecil. Banyak dari mereka yang mengatakan “kami telah bertemu dengan setiap developer bagus di tanah air, dan kami tidak bisa menemukan developer berkualitas lain”,” tutur Willson.
Untuk mengisi kekurangan talenta tersebut, banyak startup yang kemudian lebih memilih untuk merekrut pekerja asing. GO-JEK, yang merupakan salah satu portofolio dari Sequoia, saat ini telah membuat pusat pengembangan di Bangalore dan sebuah pusat data di SIngapura.
“Dengan GO-JEK, kami banyak membantu mereka mencari developer dengan kemampuan tertentu, mengakuisisi beberapa perusahaan, serta membangun pusat pengembangan di Bangalore. Dengan Tokopedia pun sama. Kami terlibat banyak di awal perkembangan mereka, termasuk membantu mereka merekrut VP of Engineering,” ujar Kemps.
Founder startup tanah air harus belajar dari Cina
Hal lain yang bisa dilakukan para founder startup tanah air agar bisa lebih cepat mengejar GO-JEK, Tokopedia, dan Traveloka, adalah dengan banyak belajar dari para startup di Cina. Para investor bahkan menyarankan founder startup untuk terbang langsung ke negara tersebut, dan menimba ilmu dari para startup lokal di sana.
GO-JEK jelas mengambil contoh dari WeChat, yang berevolusi dari sebuah aplikasi chat menjadi sebuah platform e-commerce, game, hingga video. Saya berharap masuknya investor Cina seperti Alibaba ke Indonesia tidak hanya membawa dana segar, namun juga membawa teknologi dan ilmu,
Menurut Principal dari Jungle Ventures Grace Yun Xia, aplikasi chat WeChat merupakan salah satu contoh model bisnis yang sukses di Cina dan bisa diterapkan di Indonesia.
“GO-JEK jelas mengambil contoh dari WeChat, yang berevolusi dari sebuah aplikasi chat menjadi sebuah platform e-commerce, game, hingga video. Saya berharap masuknya investor Cina seperti Alibaba ke Indonesia tidak hanya membawa dana segar, namun juga membawa teknologi dan ilmu,” pungkas Xia.
(Diedit oleh Pradipta Nugrahanto)
The post Bagaimana Perkembangan Startup di Indonesia Pada Tahun 2018 Menurut Para Investor? appeared first on Tech in Asia Indonesia.
Source: Inspirasi