Menjembatani Isu Agama dan Politik di Seminar Nasional “Politisasi dan Legitimasi Agama” Universitas Al Azhar Indonesia
“Politisasi dan legitimasi agama itu boleh asalkan demi kemaslahatan umat, yang ditempuh dengan cara cara yang baik, tidak melanggar moral, Undang Undang dan peraturan Negara”. Ujar Prof. Dr. H Haris Supratno selaku keynote speaker dalam Seminar Nasional, Universitas Al Azhar Indonesia.
Jakarta (10/05) – Menjelang Pilkada 2018 dan Pemilu 2019 di Indonesia, agama dan politik ibarat dua sisi mata uang. Isu agama dalam politik bisa menyatukan namun bisa juga menyebabkan perpecahan. Oleh karenanya, memanfaatkan isu agama dalam kehidupan berpolitik masih menjadi polemik saat ini. Untuk menjawab mengenai persinggungan antara agama dengan politik, diperlukan adanya dialog lebih dalam lagi antara berbagai pihak sehingga diperoleh kejelasan apa yang dimaksud dengan politisasi agama dan apa indikatornya. Dengan latar belakang itulah Universitas Hasyim Asy’ari, Pusat Kajian Pemikiran KH. Hasyim Asy’ari, dan Universitas Al Azhar Indonesia (UAI) mengadakan seminar dengan tema “Politisasi dan Legitimasi Agama.”
Acara yang diadakan di Auditorium Arifin Panigoro, UAI pada hari Kamis, 10 Mei 2018 ini menghadirkan Dr. (H.C) Ir. KH. Salahuddin Wahid (Rektor UNHASY Tebuireng) yang diwakilkan oleh Prof. Dr. H Haris Supratno (wakil retor 1 Universitas Hasyim asya’ari) sebagai keynote speaker. Dalam paparannya, beliau menyatakan “Politisasi agama diperbolehkan selama untuk kepentingan dan kebaikan bangsa, bukan kepentingan perorangan atau golongan tertentu”. Menjelang pilkada dan pemilu ini ia berharap agar seluruh pihak duduk bersama untuk mendiskusikan politisasi agama seperti apa yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan.
Selain Prof. Haris, hadir pula lima narasumber yang dibagi menjadi dua sesi. Pada sesi pertama yaitu Dr. KH. Haedar Nashir, M.Si. (Ketua Umum PP Muhammadiyah), Habib Muchsin Alatas (Ketua DPP FPI), dan Prof. Dr. (H.C.) K.H. Ma’ruf Amin (Ketua Umum MUI). Menurut Ma’ruf Amin, “Agama dan politik saling mempengaruhi, politik kebangsaan itu juga harus mendapat pembenaran dari agama. Agama, negara dan Pancasila itu kan saling menopang.” Politik dalam agama menurutnya mampu menjadi salah satu cara untuk menitipkan aspirasi ajaran islam secara keseluruhan, dalam kesatuan nasionalisme. “Yang penting adalah bagaimana kita melakukan komunikasi” ujarnya. Secara hukum Indonesia memang bukan negara islam, tapi dengan mayoritas umat islam di dalamnya negara ini harus mampu welcome atau terbuka terhadap syariat islam. Agar tentram masyarakatnya, dan dapat hidup berdampingan meskipun dengan latar belakang agama yang berbeda. Sedangkan menurut Habib Muchsin Alatas, politisasi memang bisa mengarah ke hal hal yang negatif, tetapi dengan keyakinan bahwa politik dapat diselaraskan dengan agama akan mampu menjadikan politik sebagai ladang dakwah yang luar biasa memberikan kemajuan bagi umat manusia.
Pada sesi kedua, hadir tiga pembicara, yaitu Irjen Pol. Drs. Gatot Eddy Pramono, M.Si (Kasatgas Nusantara Mabes Polri), dan Prof. Dr. Mohammad Mahfud MD, S.H., S.U. (Guru Besar UII). Pada sesi ini Prof. Mahfud menjelaskan banyak bagaimana agama dapat berperan secara seimbang dalam dunia politik. Bahkan masalah masalah keagamaan yang kerap timbul ditengah masyarakat hanyalah alat yang digunakan para penganut radikalisme untuk melancarkan provokasi mereka terhadap pemerintahan “Masalah kita itu, bukan masalah perbedaan agama, tetapi karena ketidakadilan pemerintah terhadap masyarakat, lalu digunakan oleh penganut radikalisme sebagai senjata provokasi publik, dan agama adalah sasaran utamanya.”
Acara yang dibuka oleh sambutan dari Dr. H. Mif Rohim, M.A. (Ketua Pusat Kajian Pemikiran Hasyim Asy’ari Tebuireng) dan Dr. Agus Surono, S.H., M.H. ini dihadiri tidak hanya oleh para akademisi, namun juga oleh para ulama, cendikiawan, dan politisi. Seminar ini mencari formula ditengah kasus pilkada dengan isu agama yang serius dibicarakan akhir akhir ini. Seminar ini bermaksud untuk menjembatani banyaknya perbedaan pendapat yang sedang bergejolak ditengah masyarakat. Dengan menghadirkan pembicara yang representatif diharapkan dialog singkat ini mampu menyatukan aspirasi masyarakat akan aspek agama dan politik. “Negara ini adalah milik kita semua, oleh karena itu harus kita jaga agar tetap nyaman dan aman untuk kehidupan kita” ujar Prof. Mahfud sebagai pesan yang menutup acara Seminar Nasional kali ini.
Para penyelenggara berharap melalui seminar ini dapat membantu menciptakan suasana pemilihan kepala Negara dan daerah yang bersih dan bermartabat serta tetap menjaga nilai-nilai agama agar tidak terjadi disintegrasi NKRI.